Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ingin Naikkan Harga Gas, Bos Medco Blak-blakan Biaya Produksi Blok Corridor

Direktur Utama PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC) Hilmi Panigoro mengungkapkan kondisi terkini mengenai pengelolaan dan produksi Blok Corridor.
Logo Medco Energi/Istimewa
Logo Medco Energi/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Utama PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC) Hilmi Panigoro menegaskan perseroan masih bisa menahan biaya produksi dari Blok Corridor di bawah level US$10 per barel setara minyak. 

Hilmi mengatakan, perseroan bakal terus menggenjot produksi lapangan bekas kelolaan ConocoPhilips Ltd (Grissik) tersebut. 

“Salah satu kelebihan Medco adalah menjaga ongkos dan hari ini secara keseluruhan masih bisa dijaga, biaya produksi kita masih di bawah US$10 per barel setara minyak,” kata Hilmi kepada awak media selepas Tripatra Sustainable Enginnering Summit di Jakarta, Jumat (13/10/2023). 

Sebelumnya, sekitar 2 pekan lalu, SKK Migas telah menyampaikan rekomendasi perpanjangan perjanjian jual beli gas (PJBG) antara MEDC dengan PT Perusahaan Gas Negara (PGAS) atau PGN kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif. Keputusan Arifin diharapkan rampung pekan ini ihwal kepastian kelanjutan kontrak gas tersebut.

Kontrak lama jual beli gas dari Blok Corridor yang berlaku sejak 9 Agustus 2004 itu baru saja berakhir pada 30 September 2023 lalu. Dalam negosiasi kontrak baru, MEDC diketahui meminta persetujuan kenaikan harga gas dari blok itu lantaran susutnya produksi beberapa waktu terakhir.

SKK Migas menetapkan asumsi produksi gas dari Blok Corridor turun ke level 400 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd). Asumsi produksi itu turun dari torehan sepanjang tahun lalu di rata-rata 500 MMscfd. 

“Kita akan pertahankan produksi setinggi mungkin,” kata Hilmi. 

Dia mengatakan, perseroan telah terbukti mampu untuk menjaga produksi gas dari lapangan tua beberapa tahun belakangan. 

“Medco memiliki kemampuan mempertahankan produksi di lapangan yang sudah mature dan kita sudah buktikan berkali-kali,” kata dia. 

Sebelumnya, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan, alasan MEDC untuk meminta persetujuan kenaikan harga gas untuk PGN itu lantaran menurunnya produksi gas dari Lapangan Grissik. 

“Itu lapangan yang sudah menurun produksinya kemudian perlu upaya-upaya tambahan lah dalam produksinya,” kata Tutuka saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (2/9/2023). 

Kendati demikian, Tutuka memastikan pemerintah tidak bakal serta merta mengizinkan kenaikan harga gas di sisi hilir, akibat manuver MEDC belakangan yang meminta persetujuan kenaikan harga baru untuk PGAS. 

Dia mengatakan, kementeriannya bakal mengevaluasi kembali struktur ongkos produksi yang dikerjakan MEDC saat ini dari Blok Corridor. Evaluasi itu dilakukan sebelum pemerintah memutuskan untuk memberi insentif tambahan untuk menjaga produksi lapangan. 

“Biayanya harus wajar, harus ada benchmark begitu ya paling penting kalau pengembalian investasi itu kan akibat dari ongkosnya,” kata dia. 

Pasokan gas dari Blok Corridor dengan kontrak 2.310 TBTU itu sudah mengalir sejak 9 Agustus 2004, saat lapangan dikelola ConocoPhillips Ltd. (Grissik). Adapun, harga terkontrak gas dari Blok Corridor dipatok di level US$5,44 per per metric million british thermal unit (MMBtu). 

Jelang penutupan kontrak, PGAS belakangan melaporkan pasokan gas dari Blok Corridor mengalami defisit delapan hingga sembilan kargo setiap tahunnya.

“PGN masih terus berkoordinasi dengan stakeholder dan pemerintah mengenai kepastian volume dan harga pasokan gas bumi, khususnya untuk wilayah yang terdampak dengan berakhirnya kontrak gas bumi di wilayah Jawa bagian barat, Batam, Sumatra bagian tengah dan selatan,” kata Sekretaris Perusahaan (Sekper) PGN Rachmat Hutama saat dikonfirmasi Bisnis, Rabu (4/10/2023). 

Rachmat menambahkan, perseroan saat ini telah menandatangani surat kesepakatan sebagai dasar agar penyaluran gas bumi ke pelanggan tidak terganggu selama menanti penetapan resmi dari pemerintah. Sementara itu, SKK Migas dan Kementerian ESDM masih mengevaluasi kontrak dan struktur biaya produksi gas dari blok yang dikelola MEDC tersebut.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper