Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Fiskal Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Suryadi Sasmita memandang kebijakan perpajakan tingkat global terbaru oleh OECD perlu memperhatikan kesehatan iklim investasi.
Adapun dalam kerangka naskah konvensi multilateral atau MLC mengenai penerapan Pilar 1 yang telah diselesaikan OECD mengatur soal realokasi hak perpajakan ke negara pasar atas keuntungan yang diperoleh perusahaan multinasional.
Menurutnya, implementasi hak perpajakan ke negara pasar memberikan akses keadilan bagi negara pasar dan perusahaan multinasional melalui kegiatan ekonomi lintas batas.
Sebagaimana diketahui, analisis terbaru OECD menemukan bahwa negara-negara berpendapatan rendah dan menengah, termasuk Indonesia diperkirakan akan memperoleh manfaat paling besar atas kebijakan pajak tersebut.
Bahkan, diperkirakan potensi kenaikan pajak secara global per tahun rata-rata di kisaran US$17 miliar—US$23 miliar.
Kendati begitu, Indonesia memiliki ketentuan Nexus dalam setiap distribusi PPh Badan.
Baca Juga
Adapun, ketentuan Nexus menetapkan syarat omzet perusahaan multinasional di negara pasar yakni 1 juta euro per tahun.
Surya mengakui terdapat perusahaan multinasional dengan omzet sesuai dengan ketentuan Nexus di Indonesia.
"Kadin Indonesia berharap agar perusahaan-perusahaan tersebut juga berinvestasi di Indonesia dengan membuka cabang atau unit usaha di sini," ujar Surya kepada Bisnis, Kamis (12/10/2023).
Melalui investasi, perusahaan multinasional diharap dapat memberikan manfaat ganda mulai dari penerimaan pajak melalui distribusi PPh badan, pertumbuhan ekonomi hingga lapangan pekerjaan saat perusahaan membuka unit usaha maupun cabang di Indonesia.
Kendati begitu, Surya berujar Indonesia perlu mempersiapkan berbagai aspek untuk implementasi pilar 1 kerangka MLC.
Diantaranya sosialisasi pemahaman terhadap pilar 1 bagi pegawai pajak dan pelatihan perlu terus ditingkatkan.
"Ketersediaan SDM dan kesiapan kerangka hukum juga menjadi poin penting," ucapnya.