Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah kembali melanjutkan negosiasi terkait dengan pendanaan pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dengan negara-negara pendonor Just Energy Transition Partnership (JETP).
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, peluang pinjaman murah dari JETP masih terbuka lebar.
“Pak Menteri pekan depan ada agenda rapat untuk mendapatkan update, jadi saya masih optimistis,” kata Dadan saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (11/10/2023).
Dadan menuturkan, pembahasan soal peluang pendanaan pensiun dini PLTU masih terus dilanjutkan saat ini. Dia berharap pemerintah dapat mengamankan komitmen pensiun dini pembangkit fosil tersebut.
“Saya dengar ini sudah mulai solid di Kementerian Keuangan untuk pendanaan, untuk pensiun dini yang pertama,” kata dia.
Seperti diketahui, pakta iklim yang tergabung ke dalam kemitraan JETP sempat berjanji untuk menyediakan dana himpunan US$20 miliar atau setara dengan Rp310,7 triliun (asumsi kurs Rp15.535 per US$) dari publik dan swasta selama 3 hingga 5 tahun mendatang untuk membantu pendanaan transisi energi di Indonesia, termasuk salah satunya rencana awal soal pensiun dini PLTU.
Baca Juga
Skema pendanaan JETP itu terdiri atas US$10 miliar yang berasal dari komitmen pendanaan publik dan US$10 miliar dari pendanaan swasta yang dikoordinatori oleh Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ), yang terdiri atas Bank of America, Citi, Deutsche Bank, HSBC, Macquarie, MUFG, dan Standard Chartered.
Adapun, kemitraan JETP yang dipimpin AS-Jepang ini, termasuk di dalamnya negara anggota G7 lainnya, yakni Kanada, Inggris, Prancis, Jerman, dan Italia, serta juga melibatkan Norwegia dan Denmark.
Perjanjian tersebut diteken pada November 2022 di sela-sela KTT G20 di Bali, menyusul kemudian inisiasi Sekretariat JETP pada Februari 2023. Usai penundaan rilis rencana investasi JETP pada bulan lalu, pemerintah mengungkapkan bahwa negara pendonor belakangan tidak berminat membiayai program pensiun dini PLTU di Indonesia.
Sebelumnya, Deputi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto mengatakan, negara-negara Barat sebenarnya belum siap mendanai pensiun PLTU batu bara Indonesia. Kurangnya konsensus mengenai rencana tersebut dapat berpotensi membuat pemangkasan emisi oleh PLTU di Indonesia semakin molor.
"Selama diskusi terlihat sangat jelas bahwa mereka tidak bersemangat memberikan pembiayaan untuk pensiun dini," kata Septian, seperti dikutip dari Reuters, Senin (25/9/2023).
Koalisi negara-negara Barat yang berencana menggelontorkan US$20 miliar untuk membantu Indonesia melakukan dekarbonisasi, telah menyatakan bahwa mereka lebih tertarik untuk mendanai proyek-proyek energi terbarukan komersial, yang menurut Seto tidak diperlukan.
"Kami punya kelebihan listrik. Jadi kalau kami terus menambahkan energi terbarukan, itu akan berdampak pada anggaran kami,” kata Seto di sela-sela konferensi industri Coaltrans.