Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Bidang Industri Manufaktur Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bobby Gafur Umar berpendapat, konflik yang terjadi di Timur Tengah akan memicu naiknya bahan baku di Indonesia, khususnya energi seperti migas.
Bob mengatakan, bahan baku energi seperti minyak dan gas tak semuanya diproduksi di Indonesia. Selain itu, persediaan energi di dalam negeri terbatas sehingga kebutuhan bahan baku tersebut dipenuhi melalui impor.
Dia mencontohkan, Indonesia hanya memproduksi sekitar 600.000 barel per hari, sedangkan kebutuhan energi untuk bahan bakar saja sudah di atas 1,2 hingga 1,5 juta barel per hari. Sementara itu, gas untuk industri dalam negeri saat ini dipatok US$6 untuk 7 bidang industri tertentu.
Jika kedua harga bahan baku ini naik, maka hal tersebut akan mengganggu pertumbuhan industri dalam negeri.
“Kemungkinan impact langsung dari krisis di Timur Tengah itu adalah energi. Jadi itu kalau kita harus impor dan harganya naik, otomatis itu bisa terganggu dari pasokan harga energi yang kita butuhkan di Indonesia,” kata Bob dalam konferensi pers, Rabu (11/10/2023).
Salah satu industri yang paling terdampak adalah industri keramik mengingat industri ini menggunakan gas untuk melakukan pembakaran dalam proses awal pembuatan keramik.
Baca Juga
Bob menuturkan, pertumbuhan industri keramik dalam dua tahun terakhir cukup bagus dan menjadi primadona selama pandemi Covid-19. Ditambah lagi, industri keramik masuk dalam kelompok penerima fasilitas Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT).
Naiknya harga bahan bakar juga berdampak terhadap kesehatan keuangan pemerintah. “Jadi ada suatu impor BBM yang luar biasa besar dan ini kalau terjadi kenaikan, ini otomatis bisa mengganggu kesehatan keuangan pemerintah,” ujarnya.