Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus menggenjot pembangunan rantai nilai industri baterai dalam negeri seiring makin tingginya permintaan terhadap baterai lithium ion.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, permintaan baterai lithium ion diperkirakan akan meningkat dalam beberapa tahun ke depan karena meningkatnya kebutuhan akan kendaraan listrik dan penyimpanan energi guna mendukung transisi energi.
“Indonesia mempunyai potensi yang besar sebagai pemain utama dunia dalam industri baterai kendaraan listrik karena Indonesia mempunyai bahan komponen baterai, yaitu nikel, bauksit, tembaga, mangan,” kata Arifin dalam acara Indonesia Mining Summit di Bali, Selasa (10/10/2023).
Kementerian ESDM mencatat Indonesia memiliki sumber daya nikel sebesar 17,3 milliar ton dan cadangan 5,0 milliar ton. Kemudian, sumber daya bauksit mencapai 6,21 milliar ton dan cadangan 3,1 milliar ton.
Indonesia juga tercatat memiliki kekayaan sumber daya tembaga mencapai 15,8 miliar ton dengan cadangan mencapai 3 miliar ton.
Namun demikian, Arifin menyebut, Indonesia masih perlu mengembangkan rantai nilai industri baterai. Hal ini lantaran belum terbangunnya sejumlah industri rantai nilai baterai di dalam negeri.
Baca Juga
“Karena masih ada beberapa industri yang belum tersedia seperti smelting/refining mineral, produksi komponen sel, produksi sel baterai, perakitan baterai, dan mineral-mineral lain yang dibutuhkan antara lain lithium, graphite, dan cobalt,” ujarnya.
Selain itu, Arifin meyampaikan perlu adanya pengembangan teknologi daur ulang mineral (mineral recycling). Teknologi daur ulang merupakan faktor penting dalam pengelolaan mineral. Hal ini meliputi recovering dan reusing mineral-mineral dari produk-produk yang sudah habis masa pakainya seperti baterai, elektronik, dan magnet.
“Daur ulang akan menghasilkan dampak besar dalam melestarikan sumber daya,” ucap Arifin.