Bisnis.com, JAKARTA- Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) membantah terjadinya kontraksi pertumbuhan industri keramik dalam negeri, hal ini seiring dengan komitmen pelaku usaha dalam melanjutkan ekspansi kapasitas produksi.
Untuk diketahui, berdasarkan laporan Kementerian Perindustrian pada rilis Indeks Keprcayaan Industri (IKI) September 2023, industri keramik menjadi salah satu subsektor yang mengalami kontraksi sehingga menyumbang penurunan IKI ke level 52,3 atau turun 0,71 poin dibandingkan Agustus 2023.
Ketua Umum Asaki, Edy Suyanto mengatakan keyakinan pelaku industri keramik tetap terjaga positif kendati disebut mengalami pelemahan. Hal ini diperkuat dengan komitmen untuk mendukung proyek IKN dan program substitusi impor.
"Kami masih on track melanjutkan proyek ekspansi kapasitas baru sebesar 75 juta meter persegi per tahun yang diharapkan selesai di tahun 2024 mendatang," kata Edy kepada Bisnis, Kamis (5/10/2023).
Adapun, menurut Edy, keberhasilan proyek ekspansi tersebut membutuhkan dukungan pemerintah yakni berupa percepatan proses antidumping terhadap produk impor China dan kemudahan mendapatkan kepastian harga gas US$6,5/MMBtu.
Berkenaan dengan percepatan proses antidumping, Edy sempat menerangkan bahwa para pelaku usaha telah menyampaikan keluhan kepada Kementerian Perindustrian untuk mengeluarkan kebijakan antidumping terhadap produk keramik China.
Baca Juga
Hal ini ditujukan sebagai langkah antisipasi agar produk dari negeri tirai bambu ini tidak semakin memenuhi pasar domestik. Untuk itu, dia mendesak percepatan proses penetapan kebijakan tersebut untuk melindungi industri keramik nasional.
"Serta terpenting adalah kelancaran supply gas yang mana sampai saat ini masih terganggu baik untuk industri yang berada di jawa bagian Barat maupun Timur," imbuhnya.
Di samping itu, dia tak memungkiri adanya perlambatan pada industri keramik nasional, di mana tingkat utilitas produksi pada periode Januari-September 2023 berada di level 71 persen.
Angka tersebut turun jika dibandingkan dengan periode pandemi Covid-19 pada tahun 2021 di mana tingkat utilitas mencapai 75 persen dan tahun 2022 mencapai 78 persen pada periode yang sama.
"Penurunan tingkat utilisasi produksi ini disebabkan oleh penurunan daya beli masyarakat dan lambannya penyerapan anggaran belanja pemerintah bidang Infrastruktur serta diperparah dengan angka impor keramik dari Tiongkok yan terus meningkat," pungkasnya.