Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki menyebut berakhirnya fitur TikTok Shop tidak akan membuat usaha para pelaku UMKM gulung tikar.
Dia mengatakan para pelaku UMKM maupun penjual yang selama ini mengandalkan aplikasi asal China itu bisa mulai beralih menggunakan e-commerce lain.
"UMKM-nya kan enggak mati, mereka bisa jual di banyak channel selain TikTok," ujar Teten usai membuka "Digital MeetUp 2023", di Smesco, Kamis (5/10/2023).
Menurut Teten, pelaku usaha nantinya bisa tetap memanfaatkan media sosial TikTok untuk mempromosikan barang dagangannya. Namun, transaksi dilakukan di luar platform tersebut.
Apalagi para penjual pun, kata Teten, selama ini juga banyak yang sudah berdagang secara hybrid dan multiplatform. Menurutnya, hampir tidak mungkin pedagang hanya mengandalkan satu saluran dan platform untuk bisnisnya.
"Pasti seller [pedagang] itu jualan di multi channel, itu sudah biasa, offline jual, online jual, dan dia [produk] dijual di semua pasar," ucap Teten.
Baca Juga
Alih-alih khawatir soal dampak TikTok Shop ditutup, Teten lebih khawatir soal masih maraknya produk impor yang dijual sangat murah di platform digital. Menurutnya, keberadaan produk itu lebih berisiko mematikan produk lokal hingga ancaman tingginya pengangguran.
"Menurut saya yang harus dilindungi itu justru produksi dalam negeri. Karena banyak produk yang dijual dengan sangat murah, tidak memenuhi standar dalam negeri dan merugikan konsumen juga. Jadi, jangan dilihat kalau seolah-olah itu [TikTok Shop] diatur, ditutup, jadi mati [UMKM]," ucap Teten.
Sebelumnya, Teten juga mengatakan bahwa pemerintah dalam rapat terbatas menemukan adanya indikasi banjir impor barang secara ilegal.
Indikasi tersebut muncul seiring adanya perbedaan data impor Indonesia dengan data ekspor China ke Indonesia. "Bu Menkeu dalam ratas kemarin udah sampaikan ini data ekspor dari China cukup besar, tapi yang dicatat data impor kita sangat sedikit, berarti ini ada lewat jalur ilegal," kata Teten.
Teten mengatakan, impor barang ilegal selama ini mengancam UMKM Indonesia. Meskipun 22 juta UMKM sudah onboarding ke platform digital, menurut Teten akan tetap sulit bersaing selama produk impor dengan harga sangat murah masih membanjiri pasar digital.
Padahal, di China pun, kata Teten, ada aturan ketat ihwal peredaran barang impor di e-commerce, tidak boleh kurang dari harga pokok produksi barang yang dibuat di negaranya. Sementara di Indonesia belum ada aturan soal penjualan barang-barang impor hingga melumpuhkan produk UMKM.
"Sebab enggak mungkin bisa bersaing kalau barangnya [barang impor] dijual di bawah harga produksi," tuturnya