Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Soroti Konflik Pulau Rempang, Nusron Wahid: Apa Beda BP Batam dengan VOC?

Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Partai Golkar, Nusron Wahid, menyoroti sengketa kepemilikan lahan di Pulau Rempang.
Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Partai Golkar, Nusron Wahid - BISNIS/Samdysara Saragih
Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Partai Golkar, Nusron Wahid - BISNIS/Samdysara Saragih

Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Partai Golkar, Nusron Wahid, menyoroti sengketa kepemilikan lahan di Pulau Rempang. Dia menilai, terdapat hak warga negara yang terabaikan dalam proses realisasi investasi pada proyek Rempang Eco-City.

Di hadapan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, dan Kepala Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) Muhammad Rudi, Nusron menilai pemerintah tak ubahnya telah melakukan monopoli perdagangan layaknya VOC.

"Apa bedanya BP Batam dengan VOC? yang hanya mengukur garis sepanjang ini dan sepanjang ini dianggap wilayah [miliknya] tanpa mempedulikan ada hak-hak warga negara?" kata Nusron dalam agenda Rapat Kerja (Raker) Komisi VI DPR RI bersama dengan Menteri Investasi dan BP Batam, Selasa (3/10/2023).

Nusron menyatakan bahwa permukian warga di Pulau Rempang telah ada jauh sebelum Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 28 Tahun 1992 di teken.

Dia juga turut menyoroti adanya sejumlah situs budaya berupa makam nenek moyang warga Pulau Rempang yang telah berdiri sejak tahun 1.800-an.

"Hanya selembar Keppres No.28/1992, wilayah penduduk tanahnya diduduki kemudian dianggap menjadi tanah negara. Apa ini bisa dimasukkan dalam kategori pengosongan hak tanah yang dilakukan negara terhadap rakyat?" ujar Nusron.

Tak berhenti sampai di situ, Nusron juga mencurigai sikap pemerintah yang masih memandang warga Pulau Rempang sebagai "inlander".

Menanggapi hal tersebut, Kepala Badan Pengusaha Batam (BP Batam) Muhammad Rudi menjelaskan bahwa tindak lanjut pengosongan pada Warga Rempang memang merupakan tugas dari BP Batam sebagaimana termuat dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri. Hanya saja, dia menjelaskan bahwa BP Batam hingga saat ini masih terbentur keterbatasan regulasi.

"Dalam aturan dari Kementerian Dalam Negeri, sebelum HPL keluar kami harus clear and clean, sehingga mereka yang punya lahan disitu itulah tugas BP Batam untuk menyelesaikannya. Maka hari ini, kami khusus rempang tentu kami butuh regulasi," ujar Rudi.

Rudi juga menekankan, pihaknya tidak memberikan perlakuan khusus pada investor China yakni Xinyi Group yang telah berkomitmen mengucurkan investasi Rp174 triliun. Dia menjelaskan terdapat 10 negara lain yang juga turut berkontribusi terhadap geliat ekonomi di Pulau Batam.

Adapun, ke-sepuluh negara tersebut di antaranya yakni Singapura sebesar 65,2 persen, Prancis ada 12,4 persen, Jerman 6,11 persen Thailand 5,6 persen, Hongkong 3,8 persen, dan China 2,6 persen. Kemudian, Jepang 1,4 persen, Luksemburg 1,3 persen, Malaysia 0,8 persen dan Belanda 0,8 persen.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper