Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak dunia tercatat masih stabil setelah mengalami penurunan terbesar dalam delapan minggu karena resistensi teknis dan spekulasi Arab Saudi akan memulihkan produksi jika harga terlalu tinggi.
Harga hari ini pada Jumat (29/9/2023) minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) pada November 2023 melemah 0,01 persen atau 0,01 poin ke US$91,70 per barel pada pukul 13.36 WIB di New York Mercantile Exchange AS.
Kemudian, untuk harga minyak brent kontrak November 2023 juga melemah 0,35 persen atau 0,33 poin ke US$95,05 per barel pada pukul 13.29 WIB di bursa ICE Eropa.
Secara rinci, harga minyak WTI tetap stabil setelah mengalami sesi bergejolak, ketika mencapai lebih dari US$95 barel dan kemudian ditutup turun 2,1 persen.
Kontrak berjangka juga naik untuk minggu dan bulan ini, menuju kenaikan kuartalan terbesar sejak Maret 2022 lantaran OPEC+ yang mengurangi pasokan, dipimpin oleh Arab Saudi dan stok yang sangat rendah di pusat Cushing di AS.
Penurunan tersebut terjadi setelah indeks kekuatan relatif 14 hari WTI naik melewati ambang batas, sehingga menandakan kemungkinan sudah terlalu banyak pembelian dengan suasana risk-off di pasar keuangan secara umum.
Baca Juga
Sementara itu, Rapidan Energy Group juga mengatakan bahwa Arab Saudi mungkin sudah dekat untuk memulihkan produksi dibandingkan mengambil risiko lonjakan harga lebih lanjut, yang dapat mengurangi permintaan.
Jika nantinya hal tersebut terjadi, maka hanya sedikit yang dapat menghentikan harga minyak menuju US$100 per barel. Hal ini lantaran OPEC memperkirakan defisit pasokan sebesar 3 juta barel per hari pada kuartal berikutnya, dan stok di pusat penyimpanan terbesar AS telah menyusut sehingga mencapai level yang mendekati kritis.
Kelangkaan pasokan minyak dapat berdampak bagi pasar Asia, Timur Tengah dan Eropa, meskipun permintaan tetap kuat.
"Pasar yang ketat terus menimbulkan tirani minyak yang sangat tinggi meskipun ada risiko perlambatan," jelas kepala ekonomi dan strategi di Mizuho Bank Ltd, Vishnu Varathan, sepertik dikutip dari Bloomberg, Jumat (29/9).
Varathan juga mengungkapkan bahwa jeda dari kenaikan harga baru-baru ini bukan menjadi hal yang aneh mengingat reaksi terhadap risiko yang masih sulit diprediksi.
Liburan Golden Week di China yang juga berlangsung hingga Jumat depan (6/10) juga diperkirakan dapat meningkatkan konsumsi, karena lebih banyak orang yang bepergian secara domestik dan internasional.
Perbedaan rentang waktu (time spreads) yang segera jatuh tempo untuk WTI dan patokan global Brent berada dalam struktur backwardation (harga spot lebih tinggi dibandingkan harga berjangka) yang bullish. Perdagangan opsi juga menunjukan kekhawatiran mengenai lonjakan harga yang lebih besar.