Bisnis.com, JAKARTA — PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) melaporkan realisasi rasio pemanfaatan pencampuran biomassa dengan batu bara (co-firing) sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) baru berada di kisaran 1-3 persen pada tahun ini.
Lewat rasio pemanfaatan itu, PLN EPI menghitung volume permintaan biomassa hingga akhir tahun nanti bakal berada di level 573.000 ton.
Vice President Pengadaan, Pengendalian dan Logistik Biomassa PLN EPI Erfan Julianto mengatakan perseroan menargetkan rasio co-firing itu dapat naik ke level 10 persen pada 2025 mendatang. Saat itu, kebutuhan pasokan biomassa diperkirakan dapat menyentuh di angka 10,2 juta ton setiap tahunnya.
“Lewat teknologi ini tidak hanya bermanfaat bagi PLN tetapi juga bagi masyarakat luas karena pengembangan hutan energi dan pemanfaatan lahan tandus ini sesuai dengan prinsip ekonomi kerakyatan,” kata Erfan seperti dikutip dari siaran pers, Senin (18/9/2023).
Saat ini, produk kehutanan yang dimanfaatkan PLN EPI berasal dari sawdust, wood chip dan wood pellet. Erfan mengatakan perseroan bakal meningkatkan pasokan biomassa lewat pemanfaatan lahan tidur dan tandus yang ada di beberapa wilayah.
Salah satu pilot project pengembangan lahan itu ada di Gunung Kidul, Yogyakarta yang rencanannya akan diperluas di sejumlah daerah lain.
Baca Juga
"Dengan adanya potensi lahan kritis dan potensi rehabilitasi lahan sebesar 12 juta hektar yang bisa dimanfaatkan. Ke depan, lewat dukungan pemerintah kami akan memanfaatkan lahan ini sehingga bisa memberikan multiplier effect yang lebih baik bagi lingkungan dan juga masyarakat," kata Erfan.
Sebelumnya, Direktur Rehabilitasi Hutan (RH) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Nikolas Nugroho menilai positif langkah PLN dalam pengembangan biomassa sebagai bahan bakar pendamping batu bara.
Nikolas mengatakan pemerintah telah memberikan peluang seluas-luasnya untuk pemanfaatan lahan tandus dan rehabilitasi hutan menjadi sumber energi bersih sebagai salah satu cara mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) sebesar 31 persen atas upaya sendiri atau 43 persen dengan bantuan internasional pada tahun 2030.
Potensi hutan dan lahan yang bisa dikembangkan untuk menjadi sumber energi baru sudah diakomodir lewat kebijakan dan aturan yang dikeluarkan pemerintah seperti Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) No. 62/2019 dan Permen LHK No. 11/2021.
"Lewat kebijakan tersebut, pemerintah memayungi aktivitas hutan tanaman untuk dikembangkan menjadi jenis komoditas yang mendukung pengembangan EBT," kata Nikolas dalam Talkshow bertajuk "Menanam Harapan Energi Baru Terbarukan melalui Rehabilitasi Hutan dan Lahan" pada rangkaian acara Festival Lingkungan Iklim Kehutanan dan EBT (LIKE), di Jakarta, Minggu (17/9/2023).
Guru Besar Institut Pertanian Bogor Hariadi Kartodihardjo menilai pemanfaatan lahan yang berkelanjutan berperan penting dalam masa depan iklim. Keterlibatan langsung masyarakat dalam mengelola hutan, menurutnya juga menjadi hal krusial.
"Keterlibatan masyarakat dalam pengembangan hutan bisa dilakukan. Meski memang aspek keberlanjutan dan juga tata kelola yang baik dari aspek masyarakat perlu didukung,” kata Hariadi.