Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Beras Makin Agresif di Tahun Politik, Ini Dampak Buruknya

Ombudsman menilai harga beras yang makin agresif jelang tahun politik berisiko membawa dampak buruk.
Buruh melakukan bongkar muat karung berisi beras di Gudang Bulog Divre Jawa Barat di Gedebage, Bandung, Jawa Barat, Senin (30/1/2023). Bisnis/Rachman
Buruh melakukan bongkar muat karung berisi beras di Gudang Bulog Divre Jawa Barat di Gedebage, Bandung, Jawa Barat, Senin (30/1/2023). Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika membeberkan sejumlah dampak buruk dari harga beras yang agresif menjelang tahun politik 2024.

Sebagaimana diketahui, harga beras telah melonjak signifikan dalam beberapa waktu terakhir, bahkan semakin menggila memasuki paruh kedua 2023.

Menyitir data panel harga pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), rata-rata harga beras medium per hari ini 18 September 2023 telah menyentuh Rp12.930 per kilogram. Padahal harga eceran tertinggi (HET) beras medium dalam Perbadan No. 7/2023 ditetapkan sebesar Rp10.900-Rp11.800 per kilogram.

"Kalau ini dibiarkan apalagi menjelang musim politik, kalau terjadi di musim politik ini digoreng-goreng, waduh. Polemik harga beras yang berkepanjangan ini dapat memunculkan dampak yang lebih serius," ujar Yeka dalam konferensi pers, Senin (18/9/2023).

Yeka menyebut lonjakan harga beras berkepanjangan bakal memicu inflasi, meningkatkan angka kemiskinan, pelayanan publik terganggu, hingga mengancam stabilitas sosial dan stabilitas keamanan politik jelang tahun tahun Pemilu 2024.

Adapun data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi harga beras pada Agustus 2023 sebesar  13,76 persen (year-on-year/yoy) menjadi yang tertinggi sejak Oktober 2015 sebesar 13,44 persen (yoy).

Ombudsman, kata Yeka juga telah mengidentifikasi sejumlah penyebab krisis beras yang terjadi saat ini. Adanya fenomena kekeringan akibat dampak El Nino telah membuat produksi tertekan.

Luas lahan pertanian dan produksi padi juga semakin menurun. Berdasarkan catatan BPS, luas panen padi pada Agustus 2023 turun 1,55 persen (mtm) jika dibandingkan luas panen pada Juli 2023. Sedangkan produksi gabah pada Agustus 2023 turun 4,01 persen.

Begitupun kerangka sampel area (KSA) yang diolah Bapanas menunjukkan bahwa produksi beras Januari - Oktober 2023 lebih rendah 660.000 ton dibandingkan periode yang sama di 2022. Di sisi lain, konsumsi beras pada Januari - Oktober 2023 sebanyak 25,44 juta ton juga tercatat lebih tinggi 1,15 persen dari 2022 sebanyak 25,15 juta ton.

Yeka melanjutkan, persoalan peningkatan biaya komponen produksi seperti sewa lahan, pupuk, bahan bakar minyak (BBM) hingga tenaga kerja juga telah mendongkrak harga gabah di petani. Belum lagi soal ketidakpastian dan keterlambatan impor beras, kata Yeka menjadi penyebab pasokan makin tidak terantisipasi.

"Oleh karena itu seriuslah dalam menyikapi peningkatan harga beras ini. Pemerintah harus satu suara dalam mendefinisikan apa penyebab dari semua ini," kata Yeka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dwi Rachmawati
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper