Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Beras Menggila, Ombudsman: Jangan Ulangi Krisis Minyak Goreng

Ombudsman menilai harga beras yang menggila jangan sampai mengulang krisis minyak goreng yang terjadi sebelumnya.
Aktivitas perdagangan beras di Pasar Induk Cipinang, Kamis (10/8/2023)./ BISNIS - Dwi Rachmawati
Aktivitas perdagangan beras di Pasar Induk Cipinang, Kamis (10/8/2023)./ BISNIS - Dwi Rachmawati

Bisnis.com, JAKARTA - Ombudsman mengingatkan pemerintah agar lonjakan harga beras saat ini tidak mengulang polemik harga minyak goreng di tahun lalu.

Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika mengatakan agar pemerintah tidak abai dan segera mengambil langkah tepat mengatasi persoalan pasokan dan harga beras.

"Kita punya lesson learn sebetulnya terkait tindakan yang seharusnya dilakukan pemerintah saat harga mengalami peningkatan, yang terbaru kaitannya dengan minyak goreng waktu itu," kata Yeka dalam konferensi pers, Senin (18/9/2023).

Yeka menekankan seharusnya pemerintah tidak panik dan bersikap terbuka kepada publik terkait dengan persoalan beras saat ini. Hal itu diperlukan agar mencegah intervensi kebijakan pemerintah justru berujung pada kelangkaan dan semakin mahalnya harga beras di masyarakat.

Meskipun begitu, Ombudsman mengaku belum menemukan adanya indikasi penimbunan beras seperti yang terjadi pada krisis minyak goreng tahun lalu. Dia melihat persoalan beras saat ini lebih disebabkan adanya ketidakseimbangan antara suplai dan permintaan gabah di lapangan.

"Suplai gabah terganggu, membuat harga beras lebih tinggi lagi," katanya.

Oleh karena itu, lanjutnya, pemerintah sebaiknya mengambil langkah tepat untuk melancarkan pasokan. Salah satunya, yakni dengan menambah stok gabah dengan menggenjot produksi padi.

"Nah kalau gabah enggak bisa impor, artinya harus tanam dari sekarang. Itu untuk jangka menengah, tanam sekarang baru 4-6 bulan lagi dihasilkan," tuturnya.

Selain itu, untuk jangka pendek, Ombudsman memandang agar pemerintah mencabut sementara kebijakan harga eceran tertinggi (HET), terutama untuk beras premium yang dipasok produsen beras besar ke ritel modern. Musababnya, adanya ketetapan HET bakal menekan para produsen beras karena margin yang semakin tipis.

Adapun para pabrik beras premium, kata dia telah membeli gabah di petani dengan harga yang semakin mahal. Pemberlakuan HET beras hanya akan menekan usaha para pabrik beras premium yang berujung pada kurangnya pasokan beras ke ritel modern.

"Karena mereka sudah mendapatkan harga gabah tinggi, kalau pakai HET Rp13.900 [per kilogram] pasti nanti pelaku usaha akan ada keberatan menyuplai beras ke pasar modern," tuturnya.

Sebagai informasi, kenaikan harga beras belakangan semakin gila-gilaan. Menyitir data panel harga pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), rata-rata harga beras medium per 18 September 2023 telah berada di level Rp14.560 per kilogram atau naik 0,21 persen dari harga kemarin.

Adapun Perbedaan No.7/2023 menetapkan HET beras premium berkisar Rp13.900 - Rp14.800 per kilogram tergantung wilayah.

Sementara itu, rata-rata harga gabah kering panen di tingkat petani pada September 2023 telah tembus Rp6.290 per kilogram, padahal dalam Perbadan No.6/2023 pemerintah menetapkan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk GKP di tingkat petani sebesar Rp5.000 per kilogram.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dwi Rachmawati
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper