Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Proyek Rempang Eco-City: Jejak Tomy Winata dan Investor China

Proyek Rempang Eco-City di Pulau Rempang, Batam memiliki potensi investasi jumbo Rp381 triliun. Siapa saja investor di balik proyek tersebut?
Pulau Rempang
Pulau Rempang

Bisnis.com, JAKARTA - Pengembangan proyek Rempang Eco-City yang berlokasi di Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau menjadi kawasan ekonomi hijau belakangan menjadi sorotan usai mendapat penolakan keras dari warga setempat.

Layaknya harta karun terpendam, proyek ini dilaporkan memiliki geliat potensi investasi jumbo mencapai Rp381 triliun. Seiring dengan hal tersebut, sosok taipan Tomy Winata diketahui menjadi salah satu konglomerat yang memiliki peran dalam proyek tersebut.

Untuk diketahui, pemerintah memberikan hak pengelolaan dan pengembangan lahan Pulau Rempang kepada PT Makmur Elok Graha (MEG), anak perusahaan Grup Artha Graha milik Tomy Winata.

Rencana Pengembangan

Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait, mengatakan, pemerintah pusat melalui kerja sama antara BP Batam dan PT Makmur Elok Graha (MEG) bakal menyiapkan Pulau Rempang sebagai kawasan industri, perdagangan, hingga wisata yang terintegrasi demi mendorong peningkatan daya saing Indonesia dari Singapura dan Malaysia.

“Pengembangan Rempang juga akan membuka ratusan ribu lapangan pekerjaan baru untuk masyarakat Kepri, khususnya para pemuda di Kota Batam,” kata Ariastuty dalam keterangan resminya, dikutip Senin (11/9/2023).

Dengan nilai investasi yang ditaksir mencapai Rp 381 triliun hingga tahun 2080, lanjut Ariastuty, pengembangan Pulau Rempang diharapkan dapat memberi dampak terhadap pertumbuhan ekonomi (Spillover Effect) bagi Kota Batam serta kabupaten/kota lain di Provinsi Kepri. 

Dalam laporannya, PT MEG diketahui diberikan hak pengelolaan lahan mencapai 17.000 hektare yang mencakup seluruh pulau rempang hingga perairannya.

Lebih lanjut, Pemerintah Indonesia menargetkan, pengembangan Kawasan Rempang Eco-City dapat menyerap sekitar 306.000 tenaga kerja hingga tahun 2080.

Nantinya, Rempang Eco-City akan fokus dikembangkan ke dalam 7 zona utama. Di antaranya zona industri, zona agro-wisata, zona pemukiman dan komersial, zona pariwisata, zona hutan dan pembangkit listrik tenaga surya, zona margasatwa dan alam, serta zona cagar budaya.

Investor China

Pengembangan proyek pulau rempang menjadi kawasan ekonomi hijau baru tersebut pertama kali kedatangan minat investasi dari produsen kaca terkemuka asal China yakni Xinyi Glass Holdings Ltd. 

Tak main-main, komitmen investasi yang siap dikucurkan oleh Xinyi Glass Holding dalam proyek Rempang Eco-City tersebut bahkan dilaporkan mencapai US$11,6 miliar ekuivalen Rp175 triliun (Asumsi kurs:Rp15.100), atau sekitar 45,93 persen dari total investasi yang dibidik Rp381 triliun.

Komitmen investasi tersebut bahkan telah disepakati dalam perjanjian kerja sama antara Indonesia dan China yang telah ditandatangani pada 18 Juli 2023 lalu.

Menteri Penanaman Modal/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (Kepala BKPM), Bahlil Lahadalia, menjelaskan, investasi tersebut akan berkontribusi dalam membangun ekosistem industri kaca dan panel surya di wilayah Rempang, Batam, Indonesia. 

"Investasi dari Xinyi Glass di Indonesia akan menjadi yang terbesar di luar China," kata Bahlil dikutip dari siaran pers Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Senin (11/9/2023).

Sebelum resmi meneken kontrak kerja sama, Xinyi Glass Holdings Ltd. sengaja datang ke Batam untuk mempelajari secara langsung iklim usaha di pulau tersebut, pada 16 April 2023. 

CEO Xinyi Glass Holdings Ltd., Tung Chiang Sai, mengatakan bahwa dia memperhatikan pembangunan infrastruktur yang sedang gencar dilakukan di Batam. Dia optimis jika terus seperti itu, Batam akan menjadi pilihan yang tepat untuk berinvestasi. 

"Batam sangat maju dan berkembang di Indonesia, banyak perusahaan China tertarik terhadap Batam, Saya sendiri sedang mempelajari iklim investasi di Batam dan memang sangat menarik serta menjanjikan bagi dunia investasi," ujar Tung. 

Konflik Pembebasan Lahan

Kendati memiliki potensi investasi hingga peluang lapangan pekerjaan yang besar, proses pembebasan lahan antara masyarakat dan pemerintah berlangsung alot.

Terbaru, bentrokan besar yang melibatkan tim Gabungan TNI-Polri dan warga Pulau Rempang di Jembatan IV Barelang, Batam, pecah pada Kamis (7/9/2023).

Konflik pembebasan lahan ini berawal dari keputusan Pemerintah Provinsi Batam yang tertuang dalam surat DPRD Kota Batam tertanggal 17 Mei 2004 yang menyatakan persetujuannya atas masuknya rencana investasi baru ke pulau Rempang. Artinya, realisasi proyek Rempang Eco-City bahkan telah tertunda hingga 19 tahun lamanya.

Seiring dengan hal tersebut, BP Batam selaku pemilik hak pengelolaan lahan (HPL) di Pulau Rempang, tengah berupaya melakukan pembebasan atau pengembalian lahan dengan memasang patok lahan. Namun, tindakan tersebut mendapat penolakan keras dari warga. 

Di sisi lain, Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, melalui Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol Ariastuty Sirait mengimbau masyarakat agar tidak terprovokasi dengan kabar miring terkait situasi Pulau Rempang. 

Hal ini bertujuan untuk menjaga situasi kondusif di Kota Batam. Mengingat, banyak oknum tak bertanggung jawab yang memanfaatkan momentum pengembangan Pulau Rempang untuk menyebarkan isu negatif. 

Untuk meredakan konflik, BP Batam menjanjikan rumah pengganti untuk masyarakat setempat. Rudi menyatakan pada akhir 2024, pemerintah memastikan pemukiman Tahap 1 dapat dihuni masyarakat Rempang.

Total 3.000 kavling akan dibangun berlokasi tepatnya di Dapur 3, Sijantung, Galang, yang masih berada di satu garis pantai dengan lokasi warga sebelumnya di Rempang.

“Pemerintah tak akan pernah menyengsarakan rakyatnya. Percaya Bapak Ibu, kami tak mungkin merelokasi Bapak Ibu begitu saja.” Kata Rudi saat sosialisasi bersama warga beberapa waktu silam.

Lebih detil, Kepala Biro Humas, Promosi dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait, mengatakan bahwa masyarakat tak perlu khawatir. Menurutnya tak ada hal yang sebetulnya perlu ditakutkan, karena Pemerintah telah menyampaikan komitmen untuk memberikan hak masyarakat sesuai aturan yang ada.

"Satu rumah akan diganti dengan satu rumah tipe 45 bernilai Rp120 juta, tanah pun diberikan seluas maksimal 500 m2. Pemerintah pun janji akan menanggung biaya hidup masyarakat sampai rumah tetap mereka jadi," ujar Ariastuty.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper