Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia dan Australia sepakat melakukan joint inspection atau pemeriksaan bersama untuk mengetahui darimana sumber virus Lumpy Skin Disease (LSD) beberapa saat setelah sapi hidup tiba di Tanah Air beberapa waktu lalu.
Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementerian Pertanian Bambang mengakui, kedua negara belum bisa memastikan darimana asal sumber virus tersebut, meski telah dilakukan diskusi bersama Departemen Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Australia pada Kamis (7/9/2023).
“Sampai sekarang ini kita belum bisa pastikan darimana sumber penyakit ini, apakah mereka [sapi] tertular di jalan, ada virus yang bisa menginfeksi dengan cepat dua hari misalnya, sehingga ada kemungkinan tertular di Indonesia, atau memang tertular di Australia,” katanya dalam konferensi pers ‘Update Info Sapi Impor Asal Australia Terkait Isu LSD’ Jumat malam (8/9/2023).
Bambang mengatakan, pemeriksaan bersama akan dilakukan usai Australia selesai menyusun protokol pemeriksaan bersama dalam satu minggu ke depan.
Kemudian, dalam dua minggu ke depan hingga akhir September 2023 akan ada koreksi terhadap susunan protokol pemeriksaan bersama dari kedua negara. Jika protokol pemeriksaan bersama telah disepakati, maka Barantan akan mengirimkan tim investigasi ke Australia.
Dalam pertemuan yang dilakukan dengan Kepala Petugas Kedokteran Hewan dari Departemen Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Australia Beth Cookson, Bambang menuturkan bahwa Indonesia sepakat untuk kembali membuka perdagangan, dengan ketentuan-ketentuan yang telah disampaikan.
Baca Juga
Dari pertemuan ini, kedua negara telah menetapkan langkah-langkah untuk melakukan reharmonisasi persyaratan impor sapi dan kerjasama dalam LSD, diantaranya pertama, Australia melakukan deteksi dini LSD di seluruh fasilitas peternakan dan memenuhi semua persyaratan protokol kesehatan hewan dari negara pengimpor.
Kedua, Australia akan memastikan kondisi kesehatan sapi sebelum diekspor ke Indonesia. Indonesia dan Australia, dalam waktu 3 (tiga) bulan, akan meninjau ulang Health Requirement.
Ketiga, Australia akan memberikan laporan berkala kepada Indonesia mengenai hasil pengawasan yang ditargetkan sebagai bagian dari program Pengawasan LSD nasional Australia.
Keempat, Australia menyetujui untuk berbagi informasi dengan Indonesia terkait perlakuan biosekuriti pada kapal untuk ekspor ternak.
Kelima, Indonesia akan menerapkan sistem prior notice "BARANTAN" untuk impor hewan hidup, dimana eksportir memberikan informasi setiap shipmentnya.
Keenam, Australia akan menyampaikan proposal program investigasi bersama terhadap 7 fasilitas peternakan (premises) yang ditangguhkan.
Ketujuh, Australia secara rutin melakukan surveilans penyakit hewan untuk memberi jaminan terhadap status Kesehatan hewannya dan melaporkan kepada Organisasi Kesehatan Hewan Dunia serta Pemerintah Indonesia, dan mempublikasikan laporan hasil surveilans per triwulan.
Kedelapan, Indonesia akan segera mencabut penangguhan 7 premises, setelah penandatanganan perjanjian, dan terakhir, Indonesia akan memberikan informasi kepada Australia apabila ada hewan yang dikirim dari Australia positif LSD serta apabila ada ketidak patuhan lainnya terhadap protokol hewan hidup.