Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memastikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak digunakan sebagai jaminan untuk pinjaman yang digunakan untuk membayar pembengkakan biaya (cost overrun) Kereta Cepat Jakarta Bandung.
Sebelumnya, China Development Bank (CDB) disebutkan meminta adanya jaminan dari APBN untuk memberikan pinjaman kepada pemerintah Indonesia sebesar US$560 juta atau setara Rp8,34 triliun (asumsi kurs Rp14.900 per dolar AS).
Luhut memastikan anggaran negara tidak akan digunakan sebagai jaminan untuk pemberian pinjaman tersebut.
“Tidak ada itu [jaminan pinjaman] pakai APBN,” kata Luhut saat ditemui di Jakarta, Rabu (6/9/2023).
Luhut mengimbuhkan, Indonesia dan China juga telah telah menyepakati besaran bunga pinjaman yang akan diberikan China melalui China Development Bank (CDB) kepada Indonesia. Dia mengatakan, Indonesia berhasil menegosiasikan besaran bunga pinjaman dari kisaran 3 persen yang sebelumnya diminta oleh pemerintah China.
Meski demikian, Luhut tidak menyebutkan secara terperinci besaran bunga pinjaman yang disepakati kedua pihak.
Baca Juga
Luhut juga menegaskan Indonesia dan China telah menyelesaikan permasalahan pembengkakan biaya kereta cepat. Sebelumnya, Indonesia dan China telah menyepakati besaran nilai pembengkakan biaya kereta cepat senilai US$1,2 miliar atau setara Rp18,36 triliun.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi mengatakan, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung dipastikan menelan biaya investasi senilai US$7,2 miliar atau setara dengan Rp110,16 triliun. Jumlah tersebut juga termasuk pembengkakan biaya senilai US$1,2 miliar atau setara Rp18,36 triliun.
Dwiyana juga memastikan biaya total tersebut adalah investasi final yang tidak akan bertambah.
Penetapan biaya final tersebut telah disepakati oleh Komite Kereta Cepat yang diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, dan beranggotakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Badan Usaha Milik negara (BUMN) Erick Thohir, serta Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Dwiyana menjelaskan, pembayaran untuk cost overrun Kereta Cepat akan dibagi sesuai dengan porsi kepemilikan saham dengan konsorsium Indonesia sebesar 60 persen dan konsorsium China sebesar 40 persen. Dengan demikian, konsorsium Indonesia akan membayar sekitar US$720 juta dan konsorsium China menanggung sekitar US$480 juta yang tersisa.
Dwiyana menjelaskan, dari total cost overrun yang akan dibayarkan oleh konsorsium Indonesia, sebanyak 25 persen akan dibayar menggunakan dana dari PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai pemimpin konsorsium.
“Kemudian, 75 persen itu dibayarkan menggunakan pinjaman yang telah disepakati dengan China Development Bank [CDB],” jelas Dwiyana.