Bisnis.com, JAKARTA - Harga beras semakin melambung seiring dengan meningkatnya kebutuhan yang tidak sebanding dengan pasokan. Faktor produksi diduga menjadi penyebab utama mahalnya harga beras.
Mahalnya harga beras juga dikeluhkan para pedagang pasar. Bahkan, mereka memandang harga eceran tertinggi (HET) beras sebaiknya ditiadakan seiring harga beras saat ini yang telah melonjak tinggi melampaui HET.
Menyitir data panel harga pangan, Badan Pangan Nasional (Bapanas) rata-rata harga beras kualitas medium di pedagang eceran secara nasional per hari ini (6/9/2023) telah tembus Rp12.550 per kilogram.
Lantas seperti apa sebenarnya perbandingan harga beras Bulog, HET dan HPP?
Untuk diketahui, perhitungan harga eceran tertinggi (HET), pemerintah menetapkannya berdasarkan sistem zonasi. Zona 1 meliputi Jawa, Lampung, Sumatra Selatan, Bali, NTB, dan Sulawesi. Zona 2 untuk Sumatra selain Lampung dan Sumatra Selatan, NTT, Kalimantan. Zona 3 untuk Maluku dan Papua.
Pemerintah menetapkan HET beras medium dalam Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) No.7/2023 sebesar Rp10.900 - Rp11.800 per kilogram tergantung wilayah. Untuk HET beras medium, zona 1 Rp10.900, untuk zona 2 Rp11.500, untuk zona 3 Rp11.800.
Baca Juga
Adapun, untuk beras premium HET ditetapkan di kisaran Rp12.900 hingga Rp14.800. Untuk zona 1 Rp12.900, zona 2 Rp14.400, dan zona 3 Rp14.800.
Sementara itu, untuk harga pembelian pemerintah (HPP) gabah dan beras yang telah ditetapkan adalah sebagai berikut, Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani Rp 5.000 per kg, Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat penggilingan Rp 5.100 per kg.
Kemudian, harga Gabah Kering Giling (GKG) di penggilingan Rp 6.200 per kg, Gabah Kering Giling (GKG) di gudang Perum Bulog Rp 6.300 per kg. Adapun, harga beras di gudang Perum Bulog adalah Rp 9.950 per kg.
Harga pembelian tersebut juga tidak terlepas dari ketentuan kualitas gabah dan beras. GKP dengan harga tersebut harus memenuhi kadar air maksimal 25 persen dan kadar hampa maksimal 10 persen.
Untuk GKG memiliki kualitas dengan kadar air maksimal 14 persen dan kadar hampa maksimal 3 persen. Sementara itu, untuk beras harus memenuhi kualitas derajat sosoh 95 persen, kadar air 14 persen, butir patah maksimum 20 persen, dan butir menir maksimum 2 persen.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, menyatakan bahwa penetapan HPP dan HET terbaru ini telah melewati proses diskusi dan memperhatikan masukan seluruh stakeholder perberasan nasional dengan mempertimbangkan biaya pokok produksi, margin petani, kualitas gabah dan beras, serta dampak kenaikan inflasi.
“Sebelum penetapan kami telah melakukan diskusi dan mendapatkan masukan mengenai angka HPP dan HET. Hasil masukan dari organisasi petani, penggilingan, dan Kementerian/Lembaga terkait tersebut kemudian dihitung dan dianalisis, diantaranya terkait dampaknya terhadap inflasi,” ujar Arief.
Arief menegaskan, tujuan utama segera ditetapkan HPP dan HET ini adalah untuk menjaga keseimbangan harga baik di tingkat hulu maupun hilir.
“Tujuan kita sesuai arahan Bapak Presiden menjaga stabilitas dan keseimbangan harga gabah dan beras baik di tingkat petani, penggilingan, pedagang, serta masyarakat.
Usulan HET Dihapus
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat lonjakan harga beras eceran pada Agustus 2023 mencapai 1,43 persen (month to month) dan naik 13,76 persen (year on year).
Adapun, selama 8 bulan terakhir sejak Januari 2023, harga beras mengalami inflasi 7,99 persen (ytd). Menanggapi hal tersebut, pedagang pasar menilai sebaiknya pemerintah menghapus HET beras.
"Sebenarnya HET sekarang enggak penting. Penetapan HET juga enggak dipenuhi di pasar," kata Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi), Abdullah Mansuri saat dihubungi, Rabu (6/9/2023).
Abdullah menekankan bahwa urgensi saat ini yang harus dilakukan pemerintah adalah mengguyur pasokan beras ke pasar. Pasalnya, dia mengakui saat ini pasokan beras ke pasar sedikit berkurang.
Begitu pun beras Bulog, Abdullah mengatakan seharusnya segera membanjiri pasar-pasar. Dengan melimpahnya pasokan beras diyakini harga akan berangsur turun.
Adapun, saat ini, Abdullah menyebut harga beras medium di pedagang pasar berada di kisaran Rp12.000 per kilogram dan Rp14.000 per kilogram untuk beras premium.
"Beras ini memang sedikit kurang [pasokan], padahal kebutuhan wajib. Jika stoknya banyak, harga secara psikologis pasar akan turun," ujarnya.
Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, mengakui bahwa dirinya mendapat keluhan dari para pengusaha ritel terkait harga beras saat ini. Peritel mengaku terbebani dengan HET beras yang ada.
"Saya dapat masukan juga dari beberapa teman di ritel, 1-2 perusahaan yang besar-besar juga sudah enggak sanggup dengan angka Rp13.900 [per kilogram] HET," ujar Arief saat ditemui di Gedung DPR-RI, Senin malam (4/9/2023).
Arief menjelaskan bahwa HET Rp13.900 untuk beras premium saat ini cenderung membebani pengusaha lantaran harga gabah yang kepalang tinggi di atas Rp7.000 per kilogram.
Dia pun mengakui bahwa lonjakan harga gabah tersebut dipengaruhi pasokan yang rendah. Oleh karena itu, dia menilai peningkatan produksi menjadi kunci untuk menahan kenaikan harga gabah dan beras.
"We need to production. Itu kan teori supply dan demand, kalau produksinya hari ini melimpah ruah biasanya harga akan turun," tuturnya.
Kendati begitu, sebagai informasi kerangka sampel area (KSA) yang diolah Bapanas menunjukkan bahwa produksi beras Januari - Oktober 2023 lebih rendah 660.000 ton dibandingkan periode yang sama di 2022.
Di sisi lain, konsumsi beras pada Januari - Oktober 2023 sebanyak 25,44 juta ton juga tercatat lebih tinggi 1,15 persen dari 2022 sebanyak 25,15 juta ton.