Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kuota APBN Terancam Jebol, BBM Subsidi Jadi Dibatasi?

Konsumsi BBM subdisi diproyeksi melebihi kuota yang dipatok dalam APBN tahun ini, sementara regulasi pembatasan Pertalite dan Solar subsidi tak kunjung rampung.
Pengendara mengisi bahan bakar di SPBU, di Jakarta, Senin (9/4/2018)./JIBI-Dwi Prasetya
Pengendara mengisi bahan bakar di SPBU, di Jakarta, Senin (9/4/2018)./JIBI-Dwi Prasetya

Bisnis.com, JAKARTA — Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi diproyeksikan akan melebihi kuota yang ditetapkan dalam APBN 2023 seiring dengan tren meningkatnya permintaan masyarakat.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menyampaikan, meningkatnya permintaan masyarakat terhadap BBM dan LPG bersubsidi belakangan ini didorong oleh kegiatan ekonomi yang kembali bergeliat seiring pemulihan ekonomi nasional pascapandemi.

“Dampaknya BBM dan LPG subsidi ini permintaannya merangkak naik sehingga tahun ini kita prediksi untuk Solar akan melebihi kuota dari 16 juta kiloliter, akan menjadi 18 juta kiloliter. Ada 2 juta kiloliter meningkat. Demikian juga LPG, dari 8 juta ton itu menjadi 8,28 juta ton,” kata Nicke saat Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Tahun 2023 disiarkan lewat kanal Youtube Kemendagri RI, Senin (4/9/2023).

Untuk mengendalikan konsumsi tersebut, Pertamina terus meningkatkan pemantauan digital untuk pembelian BBM, baik Pertalite maupun Solar, serta LPG subsidi di tengah masyarakat.

Nicke mengatakan, transaksi digital di SPBU itu relatif dapat memonitor penyaluran subsidi agar tepat sasaran. Saat ini, katanya, Pertamina terus mengoptimalkan sistem digitalisasi sambil menanti regulasi yang lebih detail soal syarat dan target penerima BBM subsidi di tengah masyarakat.

“Ada Perpres No. 191/2014 yang harus didetailkan. Namun, revisi beleid pembatasan pembelian komoditas subsidi itu sudah mepet untuk diselesaikan pada tahun ini seiring dengan momentum politik, pemilihan umum atau pemilu serentak. Oleh karena itu, kami kendalikan dengan sistem digitalisasi. Itu saja yang bisa kami lakukan,” jelasnya.  

Aturan Pembatasan Pertalite dan Solar Subsidi

Adapun, rencana pembatasan Pertalite dan Solar subsidi memang tengah didorong melalui revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengusulkan pembatasan tersebut kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) demi menjaga agar kuota subsidi tak jebol.

Dalam usulan revisi Perpres tersebut, akses pembelian Pertalite atau BBM RON 90 diberikan terbatas kepada lima kategori konsumen, yakni industri kecil, usaha perikanan, usaha pertanian, transportasi, dan pelayanan umum. Meski bukan jenis BBM bersubsidi, Pertalite merupakan jenis BBM khusus penugasan (JBKP) yang mendapatkan kompensasi dari pemerintah atas selisih harga jual yang ditetapkan pemerintah dengan harga jual keekonomiannya.

Sementara itu, pembatasan konsumen yang berhak mengonsumsi jenis BBM tertentu (JBT) minyak Solar subsidi diusulkan melingkupi industri kecil, usaha perikanan, usaha pertanian, transportasi darat, transportasi laut, transportasi perkeretaapian, dan pelayanan umum. 

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menyebut bahwa rencana pembatasan Pertalite masih dibahas secara internal. Pembahasan tersebut mencakup terkait teknis penyaluran, regulasi, hingga sisi keekonomiannya.

“Kami lagi bahas lagi lihat secara teknis maupun secara regulasi dan secara keekonomian karena kan berbeda,” kata Dadan di Nusa Dua Bali Convention Centre (NDBCC), Kamis (24/8/2023).

Sementara itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus mewaspadai realisasi penyaluran subsidi energi, khususnya listrik dan BBM, yang berpotensi melebihi kuota pada tahun ini.

Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata menuturkan bahwa dengan adanya potensi tersebut, pihaknya bersama Pertamina dan PLN terus berusaha mengendalikan volume BBM dan listrik.

“Memang kami terus mencermati hal tersebut, karena memang ada potensi untuk itu [jebol], kami terus bekerja sama dengan badan usaha, seperti Pertamina, PLN, khususnya untuk bisa tetap mengendalikan volume dari BBM dan listrik yang disubsidi ini untuk dikonsumsi,” kata Isa dalam konferensi pers, Jumat (11/8/2023). 

Menurut Isa, hingga pertengahan tahun ini belum ada dampak akan hal tersebut kepada APBN. Meski ada potensi tersebut, Isa memperkirakan dampaknya masih akan netral karena harga-harga energi seperti BBM dan bahan baku untuk menghasilkan listrik lebih rendah dari asumsi makro APBN 2023. 

“Tapi ini akan terus kami cermati dan terutama kami ingin mengajak semua pihak untuk tetap menjaga agar konsumsi BBM bersubsidi, listrik yang bersubsidi tidak melampaui kuota yang sudah ditetapkan,” ujarnya.

Dalam postur APBN 2023, asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) dipatok US$90 per barel. Sementara itu, realisasi hingga Juli 2023, harga ICP berada di level US$75,21 per barel, jauh lebih rendah dari postur APBN.   

Sepanjang paruh pertama tahun ini, realisasi belanja subsidi energi telah mencapai Rp145,9 triliun atau 43 persen dari alokasi subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp339,6 triliun. 

Belanja subsidi dan kompensasi listrik mencapai Rp48,5 triliun untuk 39,2 juta pelanggan, sementara subsidi LPG 3 kg yang telah tersalurkan sebanyak 4 juta ton dengan nilai Rp37,7 triliun. Penyaluran subsidi dan kompensasi BBM hingga Juli 2023 telah terealisasi sebesar Rp59,7 triliun dengan kuota 8,6 juta kiloliter. 

Over Kuota BBM Subsidi Diproyeksi Berlanjut

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai potensi over kuota konsumsi BBM dan LPG subsidi berpotensi akan berlanjut sampai tahun depan seiring dengan stagnannya pembahasan revisi beleid pembatasan pembelian BBM bersubsidi. 

Situasi itu, dia menggarisbawahi, akan membuat realisasi konsumsi bensin dan LPG 3 kg akan terdorong naik beberapa tahun depan. Apalagi, pemerintah bersama dengan Komisi VII sepakat untuk menaikan kuota subsidi LPG 3 kilogram menjadi 8,5 juta ton dalam asumsi makro sektor energi RAPBN 2024. 

“Pertamina tidak punya dasar untuk melakukan pembatasan, otomatis kuota akan dibiarkan floating,” kata dia, saat dihubungi, Senin (4/9/2023). 

Di sisi lain, dia menilai belanja subsidi energi berpotensi ikut terkerek seiring dengan membaliknya harga minyak mentah di pasar dunia pada paruh kedua tahun ini. 

“Konsekuensinya paling nyata anggaran subsidi di APBN akan meningkat tergantung dari harga minyak mentah nanti bagaimana di pasar internasional sampai akhir tahun, kalau meningkat kebutuhan subsidi akan ikut naik,” tuturnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman
  1. 1
  2. 2
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper