Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Usai LPG 3 Kg, Giliran Distribusi Solar Subsidi Bakal Kembali Diperketat

Pemerintah akan kembali memperketat penyaluran distribusi solar subsidi agar lebih tepat sasaran.
Artha Adventy,Denis Riantiza Meilanova
Selasa, 11 Februari 2025 | 08:09
Pengendara kendaraan bermotor mengisi bahan bakar minyak (BBM) di salah satu SPBU Pertamina di Jakarta, Rabu (10/7/2024). JIBI/Bisnis/Fanny Kusumawardhani.
Pengendara kendaraan bermotor mengisi bahan bakar minyak (BBM) di salah satu SPBU Pertamina di Jakarta, Rabu (10/7/2024). JIBI/Bisnis/Fanny Kusumawardhani.

Bisnis.com, JAKARTA - Usai penataan LPG 3 kg, pemerintah kini kembali berupaya untuk merapikan distribusi solar subsidi agar lebih tepat sasaran.

Terbaru, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) berencana melakukan pengetatan batas maksimal volume pembelian atau pengisian harian solar subsidi untuk tiap jenis kendaraan.

Pengaturan batasan pembelian solar ini sebenarnya telah diatur dalam Surat Keputusan BPH Migas No. 04/P3JBT/BPH MIGAS/KOM/2020 mengenai Pengendalian Penyaluran Jenis BBM Tertentu.

Berdasarkan aturan tersebut, volume pengisian solar subsidi untuk kendaraan pribadi roda empat dibatasi maksimal 60 liter per hari. Lalu, kendaraan umum dan barang roda empat maksimal 80 liter per hari, sementara kendaraan umum dan barang roda enam lebih 200 liter per hari.

Kepala BPH Migas Erika Retnowati mengatakan bahwa ketentuan batasan maksimal tersebut akan dievaluasi kembali. Pasalnya, batas maksimal volume penyaluran solar per hari tersebut dinilai melebihi kapasitas tangki kendaraan.

“Kami menilai bahwa itu terlalu banyak karena itu melebihi kapasitas tangkinya sehingga berpotensi untuk disalahgunakan,” kata Erika dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XII DPR RI, Senin (10/2/2025).

Erika menyebut bahwa rencana pengetatan yang menjadi strategi pengawasan BBM pada 2025 tersebut telah dikaji bersama dengan tim kajian dari Universitas Gadjah Mada (UGM).

Selain melakukan pengetatan volume solar, BPH migas menyusun sejumlah strategi pengawasan penyaluran BBM subsidi pada 2025, seperti penguatan regulasi bidang pengawasan terkait dengan verifikasi jenis BBM tertentu (JBT) dan jenis BBM khusus penugasan (JBKP) di ujung selang atau nozzle.

Erika menjelaskan bahwa nantinya verifikasi volume solar yang bisa dibayarkan subsidinya dihitung dari volume yang keluar dari nozzle, bukan lagi dari volume yang keluar dari terminal BBM (TBBM).

"Sedang kami siapkan pedoman cara hitungnya karena nanti jadi berbeda dengan verifikasi volume yang kami lakukan selama ini. Sebelumnya, kami hitung berapa yang keluar dari TBBM, berapa stok akhir dan stok awal," kata Erika.

Selain itu, BPH Migas akan melakukan peningkatan pengawasan di titik serah, dan pengawasan secara hybrid. BPH Migas juga akan melakukan peningkatan akses terhadap CCTV secara real time.

Berbagai upaya pengendalian BBM subsidi sebelumnya juga telah dilakukan. Menurut Erika, salah satu yang terbukti cukup efektif adalah penggunaan teknologi QR code untuk pengaturan penjualan solar subsidi.

Erika mengatakan, terlepas masih adanya penyalahgunaan, penggunaan QR code sejak pertengahan 2022 terbukti dapat menekan pertumbuhan konsumsi solar subsidi yang biasanya berkisar 7-8% menjadi di level 1%.

"Terbukti pada tahun 2022 ke 2023 terjadi penurunan konsumsi solar. QR code dimulai pertengahan 2022, dan setengah tahun itu sudah terjadi penurunan konsumsi solar. Lalu dari 2023 ke 2024 itu ada kenaikan, tapi sangat sedikit kenaikannya. Artinya, pertumbuhannya berkurang jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya,” tutur Erika.

Adapun, sepanjang 2024, BPH migas melaporkan volume penyaluran minyak solar subsidi yang terverifikasi mencapai 17,62 juta kiloliter. Volume ini naik dibandingkan realisasi pada 2023 yang mencapai 17,57 juta kilolilter.

Sementara dalam kurun waktu 2020 hingga 2024, sebanyak 82,39 juta kiloliter minyak solar subsidi telah disalurkan.

Berbagai Wacana Skema Baru Penyaluran Subsidi BBM

Di sisi lain, pemerintah juga telah lama menggodok beleid yang akan mengatur mengenai pembatasan kriteria pengguna BBM Pertalite dan solar subsidi. Pembatasan tersebut rencananya akan tertuang dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 yang mengatur ihwal Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM.

Pada akhir masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, draf revisi tersebut disebut tinggal menunggu persetujuan presiden. Namun, hingga pemerintahan berganti, aturan tersebut belum juga terbit.

Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto justru menggulirkan wacana baru terkait skema penyaluran subsidi BBM diubah menjadi bantuan langsung tunai (BLT).

Terakhir, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa penggodokan skema baru penyaluran subsidi BBM telah mencapai 98%. Dia pun memastikan skema tersebut berlaku tahun ini.

Adapun, skema baru penyaluran BBM subsidi belakangan direncanakan berbentuk blending antara BLT dan subsidi langsung pada barang. Khusus subsidi barang hanya akan diberikan untuk kendaraan berpelat kuning alias transportasi publik dan UMKM.

"Ya 98% lah ya [progres penggodokan skema penyaluran BBM subsidi]," ucap Bahlil di Kantor BPH Migas, Jakarta Selatan, Selasa (7/1/2025).

Dia menjelaskan, progres penggodokan skema penyaluran BBM subsidi masih tahap pemutakhiran data penerima BLT. Menurutnya, hal ini dilakukan agar data penerima tidak tumpang tindih.

Maklum, selama ini data penerima BLT masih berbeda-beda antara PT Pertamina (Persero) hingga Kementerian Sosial (Kemensos). Oleh karena itu, Bahlil menyebut, semua data tersebut akan dikonsolidasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

"Sekarang datanya semua dikumpul ke satu pintu lewat BPS. Sudah 3 kali perubahan, sudah tinggal sedikit lagi. Karena kita tidak ingin data-data penerima peralihan subsidi itu tidak tepat sasaran," jelas Bahlil.

Namun, ketika ditanya apakah skema baru penyaluran BBM subsidi itu akan diterapkan pada Januari ini, Bahlil belum bisa memastikan. Dia juga belum bisa berbicara secara detail terkait berapa besaran BLT yang kelak bakal gelontorkan oleh pemerintah.

Lagi-lagi, dia hanya berjanji akan segera mengumumkan hal tersebut jika waktunya sudah tepat.

"Kami akan mengumumkan nanti di tahun ini, doakan saja kalau datanya sudah selesai," ucap Bahlil.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper