Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina (Persero) terus meningkatkan pemantauan digital untuk pembelian bahan bakar minyak (BBM), baik Pertalite maupun Solar serta LPG subsidi di tengah masyarakat.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan transaksi digital itu sebagai bentuk aktif perusahaan untuk menjaga stok komoditas energi strategis itu menyusul proyeksi peningkatan permintaan masyarakat saat ini.
“Ini adalah upaya kita memastikan subsidi tepat sasaran, BBM sudah kita kendalikan dengan digitalisasi di SPBU sehingga relatif bisa kita monitor,” kata Nicke saat Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Tahun 2023 disiarkan lewat kanal Youtube Kemendagri RI, Senin (4/9/2023).
Saat ini, katanya, Pertamina terus mengoptimalkan sistem digitalisasi sambil menanti regulasi yang lebih detail soal syarat dan target penerima BBM subsidi di tengah masyarakat.
“Ada Perpres No. 191/2014 yang harus didetailkan. Namun, revisi beleid pembatasan pembelian komoditas subsidi itu sudah mepet untuk diselesaikan pada tahun ini seiring dengan momentum politik, pemilihan umum atau pemilu serentak. Oleh karena itu, kami kendalikan dengan sistem digitalisasi. Itu saja yang bisa kami lakukan,” jelasnya.
Kendati demikian, Nicke membeberkan, konsumsi BBM subsidi dan LPG 3 kg bakal melebihi kuota yang ditetapkan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tahun ini.
Baca Juga
Dalam postur APBN 2023, asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) dipatok US$90 per barel. Sementara itu, realisasi hingga Juli 2023, harga ICP berada di level US$75,21 per barel, jauh lebih rendah dari postur APBN.
Sepanjang paruh pertama tahun ini, realisasi belanja subsidi energi telah mencapai Rp145,9 triliun atau 43 persen dari alokasi subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp339,6 triliun.
Belanja subsidi dan kompensasi listrik mencapai Rp48,5 triliun untuk 39,2 juta pelanggan, sementara subsidi LPG 3 kg yang telah tersalurkan sebanyak 4 juta ton dengan nilai Rp37,7 triliun. Penyaluran subsidi dan kompensasi BBM hingga Juli 2023 telah terealisasi sebesar Rp59,7 triliun dengan kuota 8,6 juta kiloliter.
Di sisi lain, Nicke menuturkan, permintaan masyarakat terhadap BBM dan LPG subsidi belakangan makin meningkatkan seiring dengan pemulihan ekonomi nasional. Sementara itu, pemerintah belum menyelesaikan revisi beleid pembatasan pembelian komoditas subsidi tersebut hingga saat ini.
“Dampaknya BBM dan LPG subsidi ini permintaannya merangkak naik sehingga tahun ini kita prediksi untuk solar akan melebihi kuota dari 16 juta kiloliter (kl), akan menjadi 18 juta kl. Ada 2 juta kl meningkat, demikian juga LPG dari 8 juta ton itu menjadi 8,28 juta ton,” kata Nicke.
Rencana pembatasan Pertalite dan Solar subsidi memang terus diupayakan melalui revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM. Upaya ini demi menjaga agar kuota subsidi tak jebol.
Namun, hingga saat ini, Kementerian ESDM tak kunjung mendapat persetujuan izin prakarsa untuk melanjutkan usulan revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014.
Kuota Subsidi BBM dan LPG 2024
Dalam perkembangan lain, Komisi VII DPR RI bersama dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyepakati asumsi dasar RAPBN 2024.
Salah satu yang disepakati adalah adanya penambahan kuota LPG 3 kilogram yang semula diusulkan pemerintah di angka 8,03 juta ton, naik menjadi 8,5 juta ton.
Adapun, untuk volume subsidi energi lainnya tidak terjadi perubahan yang terdiri atas kuota BBM bersubsidi sebesar 19,58 juta kiloliter (kl), berasal dari minyak tanah sebesar 0,58 juta kl dan minyak solar sebesar 19,00 juta kl.
Untuk subsidi listrik disepakati tidak berubah dari usulan awal pemerintah Rp73,24 triliun.
“Volume LPG 3 kilogram nah di nota keuangan itu 8,03 juta ton, kita sepakati semua fraksi 8,5 juta ton, setuju Pak Menteri? Setuju,” kata Bambang.