Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menilai positif inisiatif PT Pertamina (Persero) untuk menggandeng investor baru terkait dengan rencana pengembangan proyek LNG Abadi Blok Masela.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan, manuver perusahaan migas pelat merah itu dapat mengurangi potensi risiko yang terbilang besar dari pengembangan ladang gas tersebut.
“Karena Blok Masela itu sangat besar kalau dikelola dengan yang berpengalaman itu akan mudah-mudahan risikonya jadi kecil, ini kita dukung berjalan dengan baik untuk mengurangi risiko,” kata Tutuka saat ditemui Bisnis di parlemen, Jakarta, Kamis (31/8/2023).
Tutuka menuturkan, risiko pengembangan lapangan lepas pantai, Kepulauan Tanimbar itu berkaitan dengan pengangkutan gas melalui pipa panjang ke fasilitas gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di darat atau onshore.
Seperti diketahui, proyek pengembangan Blok Masela bakal menggunakan sistem kombinasi darat dan laut untuk memastikan nilai investasi dari rencana pengembangan lapangan yang ada sebelumnya tidak jauh bergeser.
Lewat sistem kombinasi itu, pengeboran dasar laut bakal dilakukan di kedalaman 600 meter, serta kedalaman sumur 4.000 meter, gas yang didapat akan diolah dalam bangunan apung bernama floating production, storage and offloading (FPSO) untuk dimurnikan dari kandungan zat lain.
Baca Juga
Setelah dimurnikan di FPSO, gas bakal disalurkan menuju kilang gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) yang ada di darat melalui pipa bernama Gass Export Pipeline (GEP) yang berjarak 175 kilometer serta melalui palung-palung laut.
“Itu kan LNG dari offshore dipindah ke onshore dengan pipa yang panjang itu Pertamina belum punya pengalaman, Inpex juga belum punya pengalaman jadi kalau ada perusahaan yang capable, reputasinya terbukti di situ, kita bisa mengerti dan mendukung,” kata dia.
Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menuturkan, kemungkinan untuk mengajak mitra anyar pada proyek ladang gas Abadi itu didorong karena tingkat kesulitan serta kerumitan teknis pengangkutan gas dari lapangan lepas pantai, Kepulauan Tanimbar, Maluku tersebut.
“Tentu tidak menutup kemungkinan adanya pihak lain untuk masuk yang tentu akan melengkapi kompetensi dari blok ini dalam eksekusinya, ini memang cukup dari sisi teknis kan complicated, ya sehingga kita harus pastikan semua berjalan baik,” kata Nicke saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII di DPR, Jakarta, Rabu (30/8/2023).
Selepas divestasi hak partisipasi Shell di Blok Masela rampung bulan lalu, komposisi kepemilikan saham pada proyek strategis nasional itu beralih pada Pertamina dengan 20 persen hak partisipasi, 15 persen dipegang Petroliam Nasional Berhad atau Petronas. Saham mayoritas 65 persen dipegang Inpex sekaligus bertindak sebagai operator.
Nicke menuturkan, Pertamina bersama dengan mitra lainnya tengah memfinalisasi PoD revisi untuk mengejar target onstream Blok Masela yang dipatok pemerintah pada 2029 mendatang. Padahal, pada PoD sebelumnya saat bersama dengan Shell, target operasi komersial ditarget baru rampung pada 2032.
Selain itu, kata dia, revisi PoD saat ini juga menyasar pada penyelesaian pemasangan fasilitas fasilitas penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon (CCUS).
“Kami hari-hari ini dengan konsorsium sedang mendetailkan supaya bisa mulai operasi 2029, rencana esekusi sudah kami lakukan entah dari sisi sumur pengembangan, eksplorasi, dan sebagainya serta berapa yang akan diinjeksikan Co2-nya, berapa yang masih boleh untuk flaring,” tutur Nicke.
Blok Masela merupakan salah satu prospek ladang migas terbesar di Indonesia. Produksinya diestimasikan dapat mencapai 1.600 juta kaki kubik per hari (MMscfd) gas atau setara 9,5 juta ton LNG per tahun MTPA dan gas pipa 150 MMscfd, serta 35.000 barel kondensat per hari (bcpd).
Proyek yang diperkirakan menelan biaya investasi hingga US$19,8 miliar itu menjadi aset pengelolaan gas terbesar kedua dari Inpex, setelah Ichthys LNG Project di Australia. Proyek Blok Abadi Masela itu bakal menutupi lebih dari 10 persen kebutuhan impor LNG tahunan Jepang nantinya. Di sisi lain, proyek itu juga diharapkan dapat menjaga ketahanan pasokan energi di Indonesia, Jepang, dan beberapa negara Asia lainnya.