Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah insentif seperti tarif yang menarik dan integrasi antaramoda yang mulus perlu diberikan untuk mendorong pergeseran (shifting) masyarakat dari kendaraan pribadi ke moda transportasi publik.
Ketua Forum Transportasi Perkeretaapian dan Angkutan Antarkota Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Aditya Dwi Laksana menjelaskan, mengacu pada Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ), pemerintah menargetkan 60 persen masyarakat menggunakan angkutan umum pada 2030 mendatang.
Namun, kata Aditya, saat ini belum banyak warga yang berminat menggunakan angkutan umum. Menurutnya, salah satu insentif yang dapat meningkatkan perpindahan masyarakat ke moda transportasi publik adalah tarif yang terjangkau.
Aditya menuturkan, tarif yang diberikan sebuah moda transportasi harus terjangkau dan sesuai dengan pangsa pasar moda tersebut. Selain itu, masyarakat juga akan semakin tertarik untuk menggunakan transportasi massal jika waktu yang ditempuh lebih singkat dibandingkan dengan kendaraan pribadi.
Kemudian, frekuensi perjalanan yang ditawarkan juga harus tinggi dan sesuai dengan mobilitas masyarakat.
Dia menambahkan, integrasi antarmoda transportasi juga perlu diperhatikan. Aditya mengatakan, proses perpindahan moda harus dipermudah dan berjalan semulus mungkin guna menunjang mobilitas masyarakat.
Baca Juga
“Kalau ada empat hal ini, saya yakin masyarakat mau berpindah ke angkutan umum dari kendaraan pribadi,” jelas Aditya saat dihubungi pada Senin (28/8/2023).
Aditya melanjutkan, hal ini perlu dibarengi dengan adanya disinsentif untuk menggunakan kendaraan pribadi. Dia menuturkan, kebijakan disinsentif ini hanya dapat diterapkan jika kualitas dan kuantitas moda transportasi umum di sebuah daerah sudah optimal.
Beberapa contoh disinsentif penggunaan kendaraan pribadi adalah meningkatkan tarif parkir, pelarangan penggunaan BBM nonsubsidi, kenaikan pajak kendaraan mekanisme jalan berbayar atau road pricing, dan lainnya.
Sementara itu, Aditya menuturkan, kehadiran LRT Jabodebek akan berdampak positif pada pergerakan masyarakat di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Pasalnya, moda transportasi ini menghubungkan Jakarta dengan daerah-daerah suburban atau penyangga
“Positifnya LRT itu menambah moda yang menghubungkan suburban dan pusat Kota Jakarta, seperti KRL Jabodetabek. Karena kalau MRT dan Transjakarta itu operasionalnya kebanyakan di dalam kota Jakarta,” tambahnya.
Aditya melanjutkan, LRT Jabodebek diharapkan tidak mengambil pasar atau mengkanibal moda transportasi lain, seperti KRL. Dia berharap bertambahnya opsi angkutan umum akan meningkatkan minat masyarakat untuk beralih dari kendaraan pribadi ke moda transportasi umum.
“Dari yang kami lihat, Jabodetabek masih kekurangan transportasi publik. Jadi, LRT itu diharapkan dapat meningkatkan jumlah masyarakat yang menggunakan angkutan umum,” pungkasnya.