Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Insentif Perpajakan, Kerugian Negara yang Belum Tentu Efektif

Ekonom menilai insentif perpajakan berperan signifikan mendorong investasi dan daya saing industri, namun belum ada kajian efektivitas dari insentif tersebut.
Ilustrasi pajak natura atau pajak kenikmatan atas fasilitas kantor yang diberikan kepada karyawan. Dok. Freepik
Ilustrasi pajak natura atau pajak kenikmatan atas fasilitas kantor yang diberikan kepada karyawan. Dok. Freepik

Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom menilai rencana pemerintah menebar insentif perpajakan pada 2024 senilai Rp374,5 triliun memiliki potensi terhadap kerugian pendapatan yang signifikan. 

Insentif tersebut sendiri saja memang sudah mengurangi pendapatan negara. Beragam pajak yang seharusnya rakyat bayar, melalui belanja tersebut menjadi tanggungan pemerintah. 

Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyudi Askar menyampaikan insentif tersebut memang berperan sangat signifikan untuk mendorong investasi dan daya saing industri. 

Hal yang menjadi masalah, Media menuturkan bahwa hingga saat ini belum ada kajian efektivitas dari insentif tersebut, yang bahkan lebih besar jumlahnya dari anggaran kesehatan 2024. 

“Problemnya adalah selama ini jarang diukur dan dievaluasi dampaknya terhadap ekonomi, insentif mana saja yang efektif, mana yang tidak, sehingga bisa menyebabkan kerugian pendapatan yang signifikan,” ujarnya, Selasa (22/8/2023). 

Dalam Buku II Nota Keuangan dan RAPBN 2024, pemerintah mengalokasikan dana Rp374,5 triliun untuk belanja perpajakan, Rp88,6 triliun di antaranya khusus untuk Industri pengolahan. 

Alokasi untuk industri pengolahan tersebut menjadi yang terbesar dan mencakup 23,66 persen terhadap total rencana belanja perpajakan 2024.  

Sejak 2019, industri pengolahan rutin mendapatkan stimulus terbesar. Jumlah ini meningkat dari proyeksi 2023 yang mencapai Rp79,8 triliun. Sementara realisasi pada 2022 senilai Rp73,2 triliun.

Media melanjutkan, bahwa masalah terbesar di sektor industri pengolahan di sektor perpajakan melainkan pada kompetisi global, serta persoalan logistik dan transportasi. 

“Sehingga, insentif pajak yang salah sasaran bisa seperti menggarami lautan, tidak menyentuh persoalan utama dari sektor industri di Indonesia,” lanjutnya. 

Menurut Media, pemerintah sudah harus berani mengambil langkah inovatif untuk mendukung daya saing industri. 

Belanja pajak tanpa pertimbangan yang matang justru menjadi antitesis upaya peningkatan pajak di Indonesia, dan mempengaruhi penerimaan negara pada 2024. Mengingat, penerimaan negara juga mengandalkan dari sektor perpajakan. 

Media menekankan bahwa belajar dari tren saat pemilu 2019, efektifitas bansos mengurangi kemiskinan berkurang signifikan karena banyak disalahgunakan untuk kampanye politik. 

“Hal serupa berpotensi terjadi kembali pada 2024. Penerimaan berkurang, dana bansos juga semakin kecil, dan tidak efektif. Hal ini bisa berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi di Indonesia karena pengangguran sulit untuk ditekan,” jelasnya. 

Sebagai catatan, Media mengingatkan sebagian miliarder top Indonesia berasal dari sektor industri, termasuk pengolahan. Insentif perpajakan secara tidak langsung mengalir ke rekening pengusaha tersebut dan semakin memperbesar jurang ketimpangan.

Padahal secara tujuan, mayoritas kebijakan belanja perpajakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat diberikan dalam bentuk pengecualian barang dan jasa kena pajak seperti bahan kebutuhan pokok, jasa angkutan umum, serta jasa pendidikan dan kesehatan, yang ditujukan untuk menjaga daya beli masyarakat. 

Dari sisi pengusaha, juga menilai bahwa insentif yang diberikan tersebut tidak memberikan dampak yang besar seperti yang pemerintah harapkan. Sementara insentif berupa tax holiday dan tax allowance dinilai hanya untuk investasi baru. 

Incentive tax bagus, tapi dampaknya untuk industri enggak sebesar bayangan pemerintah," ujar Ketua Bidang Perdagangan, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Anne Patricia Sutanto, Senin (21/8/2023). 

Di sisi lain, Anne menekankan bahwa yang lebih penting adalah bagaimana pemerintah memastikan pemberian insentif fiskal dapat memacu ekonomi lebih efisien dan produktif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper