Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan saat ini anggaran dana bagi hasil (DBH) perkebunan sawit belum cair karena Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang masih dalam proses penyelesaian.
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menyampaikan penyaluran DBH baru akan dilakukan setelah beleid turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) No. 38/2023 tentang DBH Sawit tersebut rampung.
“PMK DBH Sawit diperkirakan selesai akhir bulan Agustus ini, kalau sudah selesai DBH sawit akan segera disalurkan,” ujarnya kepada Bisnis, dikutip Senin (21/8/2023).
Sebelumnya, Kemenkeu telah menanti PP DBH sawit sejak April 2023, namun PP tersebut molor dan baru diteken Jokowi pada 24 Juli 2023.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Luki Alfirman sebelumnya mengungkapkan pihaknya terus mempercepat penyelesaian Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait DBH sawit.
“Kami kebut juga PMK-nya, jadi mudah-mudahan di awal bulan depan [Agustus] sudah bisa disalurkan,” ujarnya dalam konferensi pers, Senin (24/7/2023).
Baca Juga
Adapun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menyiapkan anggaran sebear Rp3,4 triliun dalam APBN 2023 untuk 350 daerah calon penerima DBH sawit, termasuk empat daerah otonomi baru di Papua.
Bendahara Negara juga memutuskan untuk menetapkan batas minimum alokasi sebesar Rp1 miliar per daerah, agar setiap daerah tidak menerima DBH terlalu kecil.
Utamanya, DBH sawit harus digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur jalan atau kegiatan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
Sementara pemberian DBH sawit dilakukan atas dasar bahwa daerah-daerah perkebunan sawit memerlukan banyak perbaikan jalan daerah karena dilewati truk. Untuk itu, DBH sawit menjadi salah satu sumber dana untuk meningkatkan kualitas jalan daerah.
Anggaran DBH Sawit 2024
Lebih lanjut, Kemenkeu juga telah merencanakan DBH sawit pada 2024 sebesar Rp3 triliun, turun dari tahun ini.
Mengacu dalam PP No. 38/2023, Jokowi menetapkan pagu DBH sawit ditetapkan paling rendah sebesar empat persen dari penerimaan yang berasal dari bea keluar (BK) atas minyak kelapa sawit beserta turunannya, serta pungutan ekspor (PE).
Prastowo menyebutkan bahwa penurunan alokasi DBH sawit 2024 menggunakan dasar t-1, yaitu 2023. Pihaknya memperkirakan proyeksi penerimaan PE dan BK dari Sawit 2023 akan lebih rendah dari 2022 sejalan dengan normalisasi harga komoditas.
“Karena Proyeksi penerimaan PE dan BK dari Sawit tahun 2023 diperkirakan lebih rendah dari 2022, makanya alokasi 2024 menjadi lebih rendah dibanding 2023,” tuturnya.