Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencanangkan target pertumbuhan ekonomi 2024 sebesar 5,2 persen, lebih kecil dari proyeksi tahun ini di rentang 5,3 persen—5,7 persen. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut itu sebagai langkah waspada tanpa menghilangkan optimisme.
"Pertumbuhan ekonomi 2024 diperkirakan sebesar 5,2 persen. Stabilitas ekonomi makro akan terus dijaga," ujar Jokowi dalam Pidato Kenegaraan dalam rangka Penyampaian RAPBN Tahun Anggaran 2024 beserta Nota Keuangan, Rabu (16/8/2023).
Jokowi menekankan situasi kondusif dan damai pada Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 harus diwujudkan demi meningkatkan optimisme perekonomian jangka pendek.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi 2024 yang lebih rendah dari target 2023 (5 persen—5,3 persen), sebagai bentuk optimisme sekaligus waspada terhadap dinamika global.
Saat ini, adanya kenaikan suku bunga di tingkat global yang sangat drastis baru berpengaruh terhadap kinerja pertumbuhan negara maju yang melambat dalam jangka waktu 12—15 bulan, seperti Amerika dan Eropa.
Rumitnya hubungan ekonomi China dengan AS hingga ekonomi domestik China yang melemah menjadi salah satu faktor downside risk pada 2024, utamanya untuk perdagangan luar negeri Indonesia.
Baca Juga
"Kita sudah lihat, bahkan pada saat kita tumbuh 5,12 di kuartal ini [kuartal II/2023], kontribusi ekspor sudah menurun karena lingkungan eksternal sudah mulai menunjukkan pelemahan," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers RAPBN dan Nota Keuangan 2024, Rabu (16/8/2023).
Oleh karena itu, Sri Mulyani menekankan konsumsi yang harus terjaga, salah satunya melalui transfer ke rumah tangga yang paling rentan untuk menopang daya beli masyarakat.
Dengan adanya penciptaan kesempatan kerja lewat investasi, penerimaan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21, yaitu pajak karyawan, yang meningkat menggambarkan adanya kenaikan dari penciptaan lapangan kerja maupun dari sisi kesejahteraan mereka.
"Ini yang akan dukung pertumbuhan konsusmi yang berkelanjutan, domestic demand, yang tentu akan lebih bisa menjaga momentum. Tetapi konsumsi hanya menjelaskan sekitar 54 persen [terhadap pertumbuhan ekonomi], jadi kita harus pacu investasi," tambah Sri Mulyani.