Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu menegaskan tarif bea keluar yang dikenakan kepada PT Freeport Indonesia (PTFI) sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan soal pungutan dan pertambangan mineral.
Febrio mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2018 tentang Perlakuan Perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Mineral. Beleid itu melegitimasi pungutan bea keluar tersebut.
“Kita memang melihat PP-nya mengatakan bea keluar itu bentuknya prevailling, jadi itu sesuai dengan peraturan jadi tidak ada yang bingung,” kata Febrio saat ditemui di Jakarta, Rabu (16/8/2023).
Dengan demikian, Febrio menegaskan, pungutan bea keluar untuk PTFI yang diatur lewat peraturan setingkat menteri itu telah selaras dengan payung hukum yang mengatur soal penerimaan negara di atasnya.
Dia menilai PTFI tidak perlu merasa keberatan terkait dengan kebijakan yang belakangan diterapkan pemerintah terkait dengan relaksasi ekspor mineral yang disertai dengan pungutan ekspor berjenjang tersebut.
“Saya rasa tidak perlu, ini sudah jelas persyaratan undang-undangnya nanti kita lihat dan evaluasi,” kata dia.
Baca Juga
Seperti diberitakan sebelumnya, PTFI membuka peluang untuk mengajukan keberatan atau banding terkait dengan penerapan tarif bea keluar oleh pemerintah.
VP Corporate Communications PTFI, Katri Krisnati, mengatakan bahwa terkait dengan upaya keberatan tentang penerapan tarif bea keluar, pihaknya masih mengharapkan ada jalan tengah dari pemerintah.
“Namun kami tetap berharap Pemerintah senantiasa menerapkan ketentuan Bea Keluar bagi PTFI sesuai dengan IUPK yang sudah disetujui bersama,” kata Katri dalam keteranganya, Selasa (8/8/2023).
Dalam kebijakan tersebut tarif bea keluar untuk konsentrat tembaga dengan kadar lebih dari atau sama dengan 15 persen Cu dikenakan sebesar 7,5 persen pada periode 17 Juli-31 Desember 2023 dan naik menjadi 10 persen pada periode 1 Januari-31 Mei 2024 bagi perusahaan dengan kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian atau smelter 70-90 persen.
Padahal dalam kesepakatan bersama yang dituangkan dalam Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) tertuang mengenai tarif Bea Keluar yang berlaku bagi PTFI selama jangka waktu IUPK.
Dalam tarif bea keluar tersebut, diketahui Freeport Indonesia tidak lagi dikenakan setelah kemajuan pembangunan smelter mencapai 50 persen.
Bila mengacu aturan sebelumnya, yakni PMK Nomor 39/PMK.010/2022, PMK Nomor 123/PMK.010/2022, dan PMK Nomor 98/PMK.010/2022, tarif bea keluar konsentrat tembaga dengan kadar lebih dari atau sama dengan 15 persen Cu memang dikenakan sebesar 0 persen. Dengan kata lain, pungutan dibebaskan bagi perusahaan yang tingkat kemajuan fisik pembangunan fasilitas smelter-nya lebih dari 50 persen.