Bisnis.com, JAKARTA — Komisi VII DPR RI meminta pemerintah untuk mulai menggeser fokus investasi hilirisasi mineral pada pabrik pengolahan lanjutan yang lebih bernilai tambah tinggi.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Bambang Haryadi mengatakan, saat ini investasi pada sisi industri hulu, pabrik pengolahan dan pemurnian konsentrat atau smelter mineral logam sudah terbilang mapan. Menurut Bambang, pemerintah mesti melanjutkan investasi baru pada sisi yang lebih hilir.
“Karena sampai saat ini baru pengolahan awal ya, kita ingin ke depan nilai tambahnya lebih tinggi lagi,” kata Bambang saat ditemui di Kompleks DPR RI, Jakarta, Rabu (16/8/2023).
Di sisi lain, Bambang menerangkan, kebijakan hilirisasi yang telah diinisiasi pemerintah telah menghasilkan keuntungan yang terbilang tinggi untuk pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah.
Dia berharap kebijakan hilirisasi itu dapat ditingkatkan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi yang kian pesat beberapa tahun terakhir.
“Kami melihat secara langsung ke Morowali, ke Sulawesi Tenggara juga di sana luar biasa serapan tenaga kerjanya sangat tinggi, dampaknya sangat signifikan,” kata dia.
Baca Juga
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi memperkirakan pendapatan per kapita Indonesia dapat menyentuh di angka Rp331 juta (US$25.000) dalam waktu 22 tahun mendatang di tengah kebijakan hilirisasi mineral saat ini.
Jokowi menambahkan, pendapatan per kapita dapat naik ke angka Rp153 juta (US$10.900) untuk jangka 10 tahun mendatang. Jokowi menggarisbawahi peningkatan pendapatan itu bakal naik dua kali lipat pada periode 10 mendatang apabila kebijakan penghiliran tetap dilanjutkan.
“Sebagai perbandingan, tahun 2022 kemarin, kita berada di angka Rp71 juta. Artinya, dalam 10 tahun lompatannya bisa dua kali lipat lebih, di mana fondasi untuk menggapai itu semua sudah kita mulai,” kata Jokowi saat menyampaikan Pidato Kenegaraan di Gedung Nusantara, Jakarta, Rabu (16/8/2023).
Dalam jangka 15 tahun, Jokowi menambahkan, pendapatan per kapita dapat menyentuh di angka Rp217 juta (US$15.800).
Di sisi lain, dia menggarisbawahi kebijakan moratorium ekspor bijih mineral belakangan telah menarik investasi yang masif untuk pembentukan industri nasional. Dia mencontohkan, Indonesia telah memiliki 43 pabrik pengolahan nikel sejak penghentian ekspor bijih nikel diterapkan pada Januari 2020 lalu.
“Upaya ini sedang kita lakukan dan harus terus dilanjutkan. Ini memang pahit bagi pengekspor bahan mentah. Ini juga pahit bagi pendapatan negara jangka pendek, tapi jika ekosistem besarnya sudah terbentuk, saya pastikan ini akan berbuah manis pada akhirnya,” tuturnya.
Sebelumnya, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri mengatakan, pemerintah seharusnya menggalakkan kebijakan industrialisasi yang bisa lebih mendorong penciptaan rantai bisnis terstruktur.
“Sayangnya tidak ada yang namanya strategi industrialisasi, yang ada kebijakan hilirisasi,” katanya dalam diskusi Kajian Tengah Tahun Indef, Selasa (8/8/2023).
Dia menjelaskan, pentingnya strategi agar tidak hanya meningkatkan nilai tambah, kebijakan industrialisasi juga akan mendorong struktur industri dan ekonomi Indonesia menjadi lebih kuat.
Realitas yang terjadi saat ini, kata Faisal, program hilirisasi pemerintah lebih banyak dinikmati China ketimbang Indonesia sendiri.
Indonesia baru sebatas memproses bijih nikel menjadi nickel pig iron (NPI) atau feronikel. Sementara itu, 99 persen dari NPI ini diekspor ke China. Dengan demikian, menurutnya kebijakan tersebut lebih mendukung pengembangan industri di China.