Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

'Cawe-cawe' Larangan Ekspor Mineral, IMF Akhirnya Minta Maaf ke RI

Managing Director IMF Kristalina Georgieva menyampaikan permohonan maaf secara langsung kepada Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan soal larangan ekspor mineral
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva/Bloomberg
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva/Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - International Monetary Fund (IMF) atau Dana Moneter Internasional disebut telah meminta maaf atas laporan terbarunya yang menyarankan Indonesia untuk menghapus pembatasan ekspor komoditas mineral dalam rangka hilirisasi.

Adapun, permintaan maaf tersebut dilontarkan dalam pertemuan pada 9 Agustus 2023 lalu. Managing Director IMF Kristalina Georgieva menyampaikan permohonan maaf secara langsung kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan

Deputi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto mengatakan, tali persahabatan erat antara Luhut dan Kristalina telah terjalin sejak 2018 lalu dan keduanya pun tak enggan untuk berbicara terbuka, termasuk berkenaan dengan persoalan tersebut. 

"Beliau juga menyampaikan permintaan maaf kepada pemerintah Indonesia melalui Pak Luhut, jika laporan IMF yang keluar baru-baru ini menimbulkan polemik di Indonesia," kata Seto dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu (13/8/2023). 

Tak hanya itu, Seto mengatakan, Kristalina menyampaikan apresiasi terhadap program hilirisasi nikel yang sudah dilakukan oleh pemerintah yang sudah berkontribusi signifikan terhadap perekonomian dan stabilitas makro Indonesia.

Sebelumnya, Dokumen Konsultasi Staf IMF (IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia) menunjukkan sejumlah rekomendasi pertimbangan kepada pemerintah Indonesia yang berkenaan dengan penghapusan pembatasan ekspor komoditas mineral secara bertahap. 

Dalam dokumen tersebut, IMF juga meminta pemerintah RI untuk tidak memperluas kebijakan larangan ekspor bijih nikel ke komoditas lainnya. 

Sebagaimana diketahui, pemerintah kini tengah menggencarkan program hilirisasi, salah satunya dengan memperluas kebijakan pembatasan ekspor terhadap komoditas mineral mentah selain bijih nikel, seperti tembaga, bauksit, timah, dan komoditas pertanian. 

Pemerintah juga memandang adanya peluang untuk mengembangkan manufaktur baterai untuk kendaraan listrik, yang kemudian akan meningkatkan nilai tambah ekspor.

Namun demikian, IMF menilai pemerintah Indonesia perlu mempertimbangkan manfaat jangka panjang dan biaya yang harus ditanggung melalui program hilirisasi tersebut, termasuk dampak rambatan ke negara lainnya akibat kebijakan pelarangan ekspor komoditas. 

Di sisi lain, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa dia tidak takut mendapatkan gugatan mengenai kebijakan tersebut. Menurutnya, gugatan adalah hal biasa karena kebijakan pembatasan ekspor komoditas hanya untuk meningkatkan nilai tambah minerba dalam negeri.  

"Pemerintah akan terus konsisten melakukan hilirisasi, supaya nilai tambah dinikmati di dalam negeri," jelas Jokowi beberapa waktu silam. 

Sebelumnya, pandangan IMF terkait larangan ekspor mineral RI mendapat respons keras dari Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Dia menuding IMF menerapkan standar ganda terkait kebijakan larangan ekspor komoditas yang dilakukan oleh pemerintahan Presiden Jokowi. 

Bahlil mengatakan Indonesia mengapresiasi langkah IMF yang memberikan pandangan dan rekomendasi mengenai pertumbuhan makro ekonomi di dalam negeri. Meski demikian, Bahlil menilai IMF tak perlu ikut campur soal kebijakan yang dilakukan pemerintah, khususnya terkait hilirisasi. 

"IMF melakukan standar ganda. IMF mendukung tujuan hilirasi untuk mendorong transformasi struktural dan penciptaan lapangan kerjan. Namun, IMF menentang kebijakan larangan ekspor karena menurut analisa untung ruginya, menimbulkan kerugian bagi penerimaan negara. kedua, berdampak negatif pada negara lain," ujar Bahlil dalam konferensi pers, Jumat (30/6/2023). 

Lebih lanjut, Bahlil menilai bahwa pemilikiran IMF soal kerugian yang dialami oleh pemerintah Indonesia setelah menerapkan hililirasi juga tak tepat. Apalagi, IMF memprediksi investasi asing atau foreign direct investment (FDI) yang masuk ke Indonesia tumbuh hingga 19 persen pada 2023.

"Sekarang IMF bilang Indonesia rugi? Ini luar nalar berpikir sehat saya. Dari mana dibilang rugi? Tahu gak, dengan kita hilirisasi itu penciptaan nilai tambah sangat tinggi sekali. Sebelum hiliriasi, ekspor nikel cuma US$3,3 miliar pada 2017-2018. Setelah ekspor nikel disetop, Indonesia dapat hampir US$30 miliar pada 2022, itu 10 kali lipatnya," ujar Bahlil. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper