Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki masih menemukan praktik predatory pricing di platform TikTok Shop. Dia belum mengetahui pasti apakah produk impor tersebut dikirim secara cross border atau bukan.
Teten memberi contoh untuk sebuah produk parfum yang dijual dengan harga Rp100 per produk dan celana pendek Rp2.000 per produk. Menurutnya, harga tersebut tidak masuk akal karena jauh di bawah dari harga pokok produksi (HPP) produk lokal.
"Jadi belum ada perubahan dari TikTok," ujar Teten saat ditemui di Kemenkop UKM, Senin (14/8/2023).
Ihwal temuan tersebut, Teten berencana memanggil kembali pihak TikTok untuk memberikan penjelasan terkait dengan dugaan predatory pricing.
Di sisi lain, Teten juga menduga adanya kekeliruan pengenaan bea masuk sejumlah impor barang jadi ke Indonesia. Hal itu seiring dengan produk impor yang menjamur di platform online dibanderol dengan harga yang terlalu murah.
Fenomena predatory pricing yang menjamur di platform pasar online, kata Teten menjadi bukti bahwa kebijakan pemerintah terlalu longgar untuk barang-barang impor.
Baca Juga
Oleh karena itu, dia menyebut revisi Peraturan Menteri Perdagangan No.50/2020 saja tidak cukup. Menurutnya, perlu ada restriksi tambahan untuk produk impor, terutama terkait dengan tarif bea masuk.
"Ini tidak ada playing field yang sama, mereka [UMKM] sudah tidak bisa bersaing dengan produk dari China yang masuk lewat e-commerce crossborder," kata Teten.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, Rabu (26/7/2023), TikTok Indonesia membantah membuka bisnis lintas batas (cross border) di Indonesia. Head of Communications TikTok Indonesia, Anggini Setiawan mengatakan perusahaannya telah berkomitmen mendukung UMKM di Indonesia.
"Kami tidak berniat untuk menciptakan produk e-commerce sendiri atau menjadi wholesaler yang akan berkompetisi dengan para penjual Indonesia," kata Anggini.