Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan realisasi penerimaan bea keluar anjlok hingga 81,34 persen pada semester I/2023 jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun lalu (year-on-year/yoy).
Berdasarkan data APBN Kita, penerimaan kepabeanan dan cukai baru mencapai Rp149,83 triliun hingga Juli 2023. Dari total tersebut, penerimaan bea masuk mencapai Rp28,4 triliun atau naik 3,82 persen (yoy).
Sementara itu, realisasi bea keluar Januari-Juli 2023 hanya mencapai Rp5,86 triliun atau anjlok 81,34 persen dari tahun sebelumnya (yoy) yang mencapai Rp31,41 triliun.
Adapun, penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) juga mengalami penurunan sebesar 8,93 persen dari Rp122,14 triliun pada 2022 menjadi Rp111,23 triliun.
Penyebab bea keluar tahun ini anjlok dibandingkan dengan tahun lalu, di antaranya adalah karena ekspor mineral dan tembaga mengalami penurunan, harga crude palm oil (CPO) rendah dan tahun lalu ada kegiatan flush out untuk CPO, namun tahun ini ditiadakan sehingga berdampak ke penerimaan pajak bea keluar.
Sri menjelaskan bahwa bea keluar untuk produk sawit mengalami penurunan 81,67 persen (yoy) karena harga CPO lebih rendah dan bea keluar tambang juga turun 81,43 persen yoy dipengaruhi oleh turunnya volume ekspor tembaga sebesar 26,31 persen.
“Penyebabnya ini karena harga CPO rendah dan tahun lalu pada bulan Juni-Juli dilakukan kegiatan flush out untuk bisa mengurangi stok dalam negeri, sehingga best line tahun lalu kan memang sangat tinggi. Selain itu, ekspor mineral kita juga turun sehingga terjadilah kontraksi,” tuturnya dalam konferensi pers APBN Kita, Jumat (11/8/2023).
Di sisi lain, Sri Mulyani melaporkan kinerja keuangan negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Juli 2023 membukukan kinerja positif dengan surplus sebesar Rp153,5 triliun.
Nilai tersebut terpantau naik tipis dari surplus sepanjang Januari-Juni atau semester I/2023 yang mencapai Rp152,3 triliun.
Baca Juga
“Posisi APBN secara keseluruhan masih dalam posisi surplus sebesar Rp153,5 triliun atau kalau diukur pendapatan domestik bruto [PDB] atau nilai ekonomi kita, yaitu 0,72 persen dari total PDB nasional kita,” ujarnya dalam konferensi pers APBN Kita, Jumat (11/8/2023).
Sebelumnya, tren posisi surplus APBN Juni 2023 tersebut terpantau menurun jika dibandingkan capaian Mei 2023 yang senilai Rp204,3 triliun dan April sebesar Rp234,7 triliun.
Polemik Aturan Bea Keluar
Seperti diketahui, Kementerian Keuangan telah membuat aturan baru pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71 Tahun 2023 tentang Penetapan Barang Ekspor yang DIkenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar yang diteken oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Penerapan PMK Nomor 7 Tahun 2023 tersebut menimbulkan polemik bagi pelaku usaha. Diberitakan Bisnis.com, PT Freeport Indonesia (PTFI) berencana mengajukan keberatan kepada Pemerintah terkait hal tersebut.
Pasalnya, dalam beleid tersebut, pemerintah menerapkan tarif bea keluar untuk konsentrat tembaga dengan kadar lebih dari atau sama dengan 15 persen Cu yang bakal dikenakan sebesar 7,5 persen mulai periode 17 Juli-31 Desember 2023.
Selanjutnya, bea keluar naik menjadi 10 persen pada periode 1 Januari-31 mei 2024 bagi perusahaan dengan kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian atau smelter 70-90 persen.
Kemudian, untuk perusahaan dengan progres smelter di atas 90 persen, bea keluar yang akan dikenakan sebesar 5 persen pada periode 17 Juli-31 Desember 2023 dan naik menjadi 7,5 persen di periode 1 Januari-31 Mei 2024.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal pada Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengungkapkan bahwa PMK tersebut bertujuan untuk mendukung hilirisasi terutama untuk pembangunan smelter, sehingga penerimaan bea keluar juga terpengaruh oleh progress pembangunan smelter dan perkembangan harga komoditas.
“PMK ini adalah untuk mendukung hilirisasi terutama pembangunan smelter dan tarifnya juga dikaitkan dengan proses kemajuan pembangunan smelter,” katanya.
Dia menjelaskan bahwa landasan PMK Nomor 71 Tahun 2023 tersebut dibuat karena ada Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan dan Pelaporan Kegiatan Usaha Pertambangan, Mineral dan Batubara.
“Jadi PMK ini adalah bentuk dukungan Permen ESDM Nomor 7 itu terkait hasil olahan ke luar negeri yang dapat dilakukan dengan pemenuhan kewajiban membayar bea keluar,” ujarnya.