Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indef Ramal Pertumbuhan Ekonomi RI Hanya 4,9 Persen pada Akhir 2023

Indef meramal pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 4,9 persen hingga akhir 2023.
Warga beraktivitas dengan latar suasana gedung perkantoran di Jakarta, Rabu (2/8/2023). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II/2023 akan terjaga di level 5 persen, seiring dengan perkembangan yang positif. JIBI/Bisnis/Himawan L Nugraha
Warga beraktivitas dengan latar suasana gedung perkantoran di Jakarta, Rabu (2/8/2023). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II/2023 akan terjaga di level 5 persen, seiring dengan perkembangan yang positif. JIBI/Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada akhir 2023 akan mencapai 4,9 persen, lebih rendah dari proyeksi pemerintah sebesar 5,3 persen.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan bahwa tantangan perekonomian pada kuartal ketiga dan keempat akan semakin berat.

Hal ini sejalan dengan kinerja ekspor yang diperkirakan cenderung melambat akibat normalisasi harga komoditas di pasar global.

Selain itu, faktor politik yang meningkatkan ketidakpastian bagi dunia usaha maupun konsumen secara keseluruhan dinilai akan turut mempengaruhi performa ekonomi domestik.

“Namun, kami melihat potensi pertumbuhan ekonomi 2023 lebih tinggi dari proyeksi semula yang berkisar 4,8 persen menjadi 4,9 persen,” katanya dalam diskusi Kajian Tengah Tahun Indef, Selasa (8/8/2023).

Indef menilai, untuk bisa mendorong pertumbuhan ekonomi hingga mendekati target pemerintah di 5,3 persen, perlu diperhatikan beberapa hal.

Pertama, pemerintah dinilai perlu memacu konsumsi rumah tangga, mengingat rata-rata konsumsi rumah tangga berkontribusi sebesar 55 persen terhadap PDB.

Menurut Indef, perlu dikhawatirkan bahwa setelah pandemi Covid-19 pertumbuhan konsumsi rumah tangga akan berada di bawah pertumbuhan ekonomi. 

"Selama setahun terakhir, dukungan terbesar konsumsi rumah tangga terjadi ketika periode Ramadan dan Idulfitri. Sementara itu, peranan konsumsi rumah tangga pada kuartal lainnya relatif terbatas," jelasnya.

Kedua, Indef menilai pemerintah perlu mempercepat belanja pemerintah pada semester kedua 2023. Tercatat, belanja negara baru terealisasi 41 persen pada semester I/2023.

Belanja modal yang baru terealisasi 29 persen dari Rp209 triliun pada semester I/2023 menurut Indef seharusnya bisa dipacu lebih cepat agar dapat menyerap tenaga kerja yang lebih tinggi. 

Ketiga, pemerintah dinilai perlu mewaspadai kinerja perdagangan internasional yang tertahan, bahkan cenderung melambat.

"Perlambatan tersebut terutama disebabkan oleh terhambatnya pertumbuhan ekonomi negara-negara tujuan utama ekspor seperti China, Amerika Serikat, Jepang dan India," imbuhnya.

Keempat negara tersebut menyerap lebih dari 50 persen ekspor Indonesia. Suku bunga dunia yang masih berlanjut naik dikhawatirkan memicu investor berpindah dari komoditas ke portofolio sektor keuangan. 

Keempat, Indef memandang kenaikan suku bunga perlu ditahan. Suku bunga acuan telah meningkat sebesar 225 basis poin (bps) sepanjang Agustus 2022-Juli 2023.

Suku Bunga

Respons suku bunga perbankan juga searah dengan kenaikan suku bunga acuan tersebut. 

Kenaikan suku bunga deposito rupiah dan valas 1 bulan misalnya, mencapai 131 bps dan 180 bps.

Pada suku bunga kredit, kenaikan tertinggi terjadi pada kredit konsumsi valas hingga 241 bps disusul kredit valas investasi dan modal kerja masing-masing 189 bps dan 158 bps. 

Suku bunga kredit konsumsi, investasi, dan modal kerja rupiah masing-masing nai 130 bps, 69 bps, dan 50 bps. Kenaikan suku bunga kredit ini menyebabkan pertumbuhan kredit cenderung melambat.

Pembiayaan ke lapangan usaha yang berkontribusi terhadap 70 persen PDB juga tercatat cukup rendah, diantaranya pada sektor industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor, pertanian, kehutanan, dan perikanan, pertambangan dan penggalian, konstruksi, serta transportasi dan pergudangan. 

Situasi ini menurut Indef tentunya tidak dapat mendorong investasi yang lebih besar sehingga pertumbuhan ekonomi sulit terakselerasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper