Bisnis.com, JAKARTA - Pasar apartemen di Tanah Air masih kurang diminati jika dibandingkan dengan kondisi di negara tetangga, khususnya Singapura. Masyarakat Indonesia dinilai masih belum terbiasa tinggal di gedung tinggi.
Hal ini ditunjukkan dalam laporan Consumer Sentiment Study H2 2023 Rumah.com, di mana apartemen tidak dipilih sebagai tempat tinggal karena ukurannya yang tidak sebesar rumah, tidak mau tinggal di gedung tinggi, khawatir dengan status kepemilikan, dan terbatasnya ruang berkembang bagi keluarga.
Country Manager Rumah.com Marine Novita mengatakan, dengan kondisi tersebut, tak heran jika pencarian apartemen didominasi oleh segmen anak muda. Sebab, ukuran apartemen yang ada saat ini dianggap kurang akomodatif bagi keluarga yang masih berkembang dan menambah anak.
"Kondisi ini berbeda dibanding Singapura di mana 80 persen warganya tinggal di apartemen HDB [housing & development board]," kata Marine kepada Bisnis, dikutip Minggu (30/7/2023).
Lazimnya, unit apartemen di Singapura terdiri atas empat kamar tidur dengan luas total 95 meter persegi. Ukuran ini lebih besar dibandingkan kebanyakan rumah tapak di Indonesia.
HDB merupakan lembaga di bawah Kementerian Pembangunan Nasional Singapura yang mengelola perumahan. Berdasarkan Annual Report 2021/2022 di situs hdb.gov.sg, pemerintah Singapura telah mendirikan 26 perumahan HDB di lima wilayah Singapura.
Baca Juga
Lebih dari 80 penduduk Singapura tinggal di perumahan yang disediakan oleh pemerintah. Data per 2022 mencatat, HDB telah menyediakan hunian sebanyak 1,02 juta unit residensial.
Tak hanya itu, Marine melihat selain luas unit dan konstruksi, salah satu pembeda lanskap hunian di Indonesia dibandingkan negara lain adalah tingkat suku bunga, serta harga sewa berbanding harga pembelian rumah.
"Tingkat suku bunga KPR di Indonesia saat ini rata-rata 8 persen, bandingkan dengan negara tetangga yang ada di kisaran 3-5 persen," ujarnya.
Namun, menurutnya, harus diakui bahwa pemerintah telah berhasil menjaga tingkat inflasi dan suku bunga di tengah gejolak perekonomian global. Sebagaimana diketahui, Bank Indonesia tetap menahan laju suku bunga acuan di level 5,75 persen.
Sementara itu, data Rumah.com Indonesia Property Market Report Q2 2023 menunjukkan adanya momentum kenaikan minat terhadap apartemen di wilayah DKI Jakarta pada kuartal I/2023, sedangkan di Jabodetabek menurun.
Indeks permintaan apartemen pada kuartal I/2023 mengalami kenaikan sebesar 13,4 persen, sedangkan indeks suplai apartemen mengalami penurunan tipis sebesar 0,4 persen. Sementara itu, indeks harga apartemen naik tipis sebesar 0,9 persen.
Permintaan terhadap apartemen naik sebesar 15 persen secara kuartalan dan 3 persen secara tahunan pada kuartal pertama 2023 ini. Kenaikan permintaan terhadap apartemen di DKI Jakarta justru lebih tinggi dibandingkan permintaan terhadap rumah tapak, yaitu sebesar 13 persen secara kuartalan dan -14 persen secara tahunan.
Namun, secara keseluruhan permintaan terhadap rumah tapak masih mendominasi hingga 91 persen dari total permintaan hunian pada kuartal I/2023.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal REI Hari Ganie mengatakan, pengembang properti saat ini tidak ada yang berani untuk membangun apartemen karena pasar hunian vertikal itu masih belum pulih pascapandemi.
Menurutnya, sektor apartemen masih tertekan pada tahun ini. Hal ini terlihat dari harga sewa apartemen non-central business district (CBD) yang belum bergerak.
Apalagi, saat ini pasokan unit apartemen masih terus bertambah karena banyak proyek yang baru rampung tahun ini setelah sempat tertunda akibat pandemi.
"Kalau yang di lingkar luar non-CBD masih stabil [harganya]. [Pasar] apartemen belum pulih, masih menunggu kira-kira sampai 2025 pascapemilu," tuturnya.