Bisnis.com, JAKARTA – Kondisi pasar apartemen memang mengalami pemulihan selama semester I tahun 2023. Namun Pasar apartemen di Jakarta mengalami pergeseran tren mengenai kategori pembeli unit antara investor dengan penghuni atau end user.
Berita tentang minat investor beli apartemen rendah menjadi salah satu berita pilihan editor BisnisIndonesia.id hari ini. Selain berita tersebut, sejumlah berita menarik lainnya turut tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id.
Berikut ini highlight Bisnisindonesia.id, Jumat (21/7/2023):
1. Menilik Alasan Investor Tak Lagi Tertarik Beli Unit Apartemen
Colliers Indonesia menyebutkan sebelum tahun 2023, investor menjadi pihak yang mendominasi pembelian unit apartemen di Jakarta. Adapun komposisi pembeli apartemen yang berasal dari investor mencapai 60 persen, sedangkan end user sebesar 40 persen.
Namun, sejak awal tahun 2023 komposisi pembeli apartemen mulai berubah yakni investor memegang 58 persen, sedangkan end user mencapai 42 persen. Kemudian, tren pembeli apartemen kembali bergeser di kuartal II tahun ini dimana konsumen penghuni mencapai 54 persen, sedangkan investor memegang 46 persen.
Adapun terdapat sejumlah penyebab yang membuat konsumen akhir mulai mendominasi pembelian apartemen di Jakarta dibandingkan dengan investor. Penyebabnya selain adanya kebutuhan dari sisi konsumen, kini developer juga tidak meluncurkan produk baru.
Selain karena developer tidak meluncurkan produk baru, saat ini unit yang tersedia merupakan ready stock. Hal ini menjadi dambaan para konsumen akhir. Apalagi pengembang memberikan sejumlah promo menarik agar unit ready stock ini dapat laku terjual.
Memasuki era pascapandemi, proyek yang sebelumnya tertunda mulai rampung. Adapun pada kuartal II tahun 2023, terdapat sebanyak 1,342 unit rampung. Dari sisi penjualan strata title apartemen, memang mengalami penurunan di kuartal II tahun 2023 karena banyak momen libur. Saat ini, apartemen eksisting lebih diminati dan didominasi oleh end user.
2. Pekerjaan Besar Logistik Nasional
Pernahkan Anda membayangkan pengiriman barang dari Cikarang, Jawa Barat ke Balikpapan di timur Kalimantan memerlukan waktu lebih lama dibandingkan durasi perjalanan dari Lisbon, Portugal ke negeri kecil bernama Luxembourg.
Jarak antara kedua contoh di atas hampir sama. Berdasarkan perkiraan Google Map, perjalanan menggunakan kendaraan pribadi dari Cikarang ke Balikpapan mencapai 1.954 kilometer atau sekitar 2 hari lebih 5 jam. Sedangkan Lisbon - Luxembourg berjarak 2.153 km yang dapat dicapai dalam 21 jam.
Fakta ini tidak begitu mengagetkan. Untuk menempuh perjalanan dari Cikarang ke Balikpapan, Anda setidaknya perlu menggunakan dua moda, darat dan laut. Berbeda dengan Lisbon ke Luxembourg hanya menggunakan moda darat.
Kondisi ini menjadi salah satu sebab tingginya biaya logistik, selain berpengaruh pada durasi pengiriman barang hingga sampai ke tempat tujuan. Tingginya biaya logistik di Indonesia merupakan masalah yang mencakup seluruh aspek, mulai dari pelabuhan atau hulu hingga ke gudang atau hilir.
Saat ini biaya logistik di Indonesia mencapai 23,5 persen dari produk domestik bruto (PDB) nasional. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan negara tetangga seperti Thailand yang memiliki biaya logistik 15 persen dari PDB atau Malaysia sebesar 13 persen dari PDB.
Bila ditarik hingga ke kawasan Asia, biaya logistik Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Jepang yang hanya 8 persen dari PDB, Taiwan 9 persen, dan China 14 persen.
Salah satu faktor yang membuat biaya logistik Indonesia mahal adalah kondisi topografi negara yang berbentuk negara kepulauan. Hal ini menjadi sebab perpindahan barang memerlukan pergantian moda transportasi yang dibarengi dengan bongkar muat di antara perpindahan moda tersebut.
Belum lagi persoalan kapal yang kosong saat pulang setelah mengantarkan barang ke sebuah tujuan. Dia mengatakan, hal ini masih sering terjadi terutama saat kapal mengantarkan kargo ke wilayah Indonesia Timur.
Beberapa tantangan itu sedikit banyak mempengaruhi peforma logistik Tanah Air. Logistics Performance Index (LPI) dari Bank Dunia mencatat Indonesia menempati peringkat ke 63 dari total 139 negara yang dikaji dengan skor LPI 3,0.
3. CCS/CCUS Jadi Penentu Keberlangsungan Industri Hulu Migas
Penggunaan teknologi penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon atau carbon capture storage/carbon capture utilization and storage (CCS/CCUS) di industri hulu minyak dan gas bumi dapat dipastikan akan menjadi suatu keharusan ke depannya.
Hal itu dikarenakan kebutuhan energi yang bersumber dari minyak dan gas bumi (migas) masih tinggi dan cenderung meningkat, meskipun ada target nol emisi karbon (net zero emission/NZE) yang juga harus dikejar pada 2060.
Pada saat yang bersamaan, pemerintah juga memiliki target besar yang harus dicapai dalam beberapa tahun ke depan, yakni produksi siap jual (lifting) minyak bumi 1 juta barel per hari (bph) dan gas 12 miliar standar kaki kubik per hari (Bscfd) pada 2030 nanti.
Di sisi lain, industri migas dinilai menjadi salah satu sektor bisnis yang paling banyak menyumbang emisi karbon. Berkaca dari data yang disampaikan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), emisi gas rumah kaca (GRK) di Indonesia pada 2020 mencapai 1,05 giga ton karbon dioksida (CO2).
Dari jumlah itu, sekitar 584 juta ton CO2 atau sekitar 55,62 persen berasal dari sektor energi. Secara terperinci, sektor migas berkontribusi sekitar 164,7 juta ton CO2 atau 15,69 persen dari kilang minyak.
Dengan mempertimbangkan dua kondisi utama yang ada di sektor hulu migas saat ini—baik secara nasional maupun global—yakni transisi energi dan investasi hulu migas, pelaku usaha di sektor hulu migas tentu harus menyesuaikan kegiatan operasi produksinya.
4. Mencari Kebenaran Gempuran Belanja Online Picu Sepinya Mal DKI
Bagi warga Jakarta dan sekitarnya, siapa yang tak kenal Plaza Semanggi yang merupakan salah satu mal legendaris terkenal di Ibu Kota. Di awal tahun 2000-an, Plaza Semanggi menjadi pintu gerbang bagi merek-merek dunia untuk masuk ke pasar Indonesia.
Daya tarik dari pusat perbelanjaan ini sangatlah kuat sehingga dapat meyakinkan sejumlah merek internasional untuk membuka outlet pertama mereka di Indonesia. Salah satu contohnya adalah merek ritel asal Malaysia, Centro, yang pertama kali hadir di Indonesia pada 2003. Selain Centro, terdapat juga sejumlah merek lain di antaranya A Slice of New York dari Amerika Serikat, La Porchetta dari Australia, Schwabing dari Jerman, dan Shi Lin dari Taiwan. Besarnya daya tarik Plaza Semanggi ini karena lokasinya yang berada di kawasan segitiga emas pusat perkantoran Thamrin – Sudirman – Gatot Subroto.
Namun sayangnya, kini mal yang dikelola Lippo Group itu nampak sangat sepi pengunjung meskipun Covid-19 sudah berakhir. Hal tersebut ramai diperbincangkan di jagat media sosial Twitter.
Pemulihan pusat perbelanjaan di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya memang cenderung lebih lambat dibandingkan dengan subsektor properti lainnya. Apalagi DKI Jakarta menjadi kota atau provinsi dengan jumlah mal atau pusat perbelanjaan paling banyak se-Indonesia. Berdasarkan catatan Asosiasi Pengusaha Pusat Perbelanjaan Indonesia (APPBI), ada 96 mal yang tersebar di 5 kota administrasi.
Fenomena mal sepi di Jakarta memang bukan tanpa sebab. Namun, kondisi tersebut dipastikan bukan karena kompetisi di era merajalelanya platform jual beli online. Namun demikian, para pedagang online disebut masih membutuhkan lapak sehingga penyerapan ruang ritel masih terkendali.
Selain itu, porsi perdagangan online belum sebesar transaksi yang terjadi di pusat perbelanjaan. Hal ini karena masih banyak calon pembeli yang lebih percaya untuk melihat barang fisik ketimbang foto barang secara online. Salah satu contohnya adalah membeli produk pakaian yang membutuhkan mencoba terlebih dahulu sebelum membeli. Produk elektronik yang lebih terjamin berfungsi optimal ketika dibeli secara langsung ke toko dibandingkan pembelian lewat platform tertentu.
Menurutnya, kondisi mal sepi di pusat kota, khususnya DKI Jakarta saat ini dikarenakan kurang optimalisasi dalam pengelolaan dan pengembangan daya tarik mal. Di tengah berbagai inovasi ritel saat ini, setiap pengelola mesti memperbarui tipe pemasaran dan fasilitas untuk pengunjung.
5. Raih Dana Jumbo, Startup Maka Motors Produksi Massal 2024
Maka Motors, perusahaan rintisan sepeda motor listrik di Indonesia, mendapatkan pendanaan awal sebesar US$37,6 juta, salah satu putaran pendanaan awal terbesar untuk sebuah startup perangkat keras di Asia Tenggara. Produk massal pertama dijadwalkan meluncur pada 2024.
Pendanaan ini dipimpin oleh AC Ventures (ACV) bersama East Ventures, dan SV Investment dari Korea Selatan, serta diikuti Northstar Group, Provident, AlfaCorp, Skystar Capital, Peak XV Partners (Sequoia and SEA), Openspace Ventures, Shinhan Venture Investment, Beenext, Kinesys Group, dan M Venture Partners (MVP).
Maka Motors didirikan pada 2021 oleh mantan petinggi perusahaan Gojek, Raditya Wibowo dan Arief Fadillah. Visinya, menyediakan sepeda motor listrik yang menawarkan perpaduan antara jangkauan berkendara, tenaga, kegunaan, dan daya tahan dengan harga bersaing untuk memenuhi permintaan pengendara Indonesia.
Untuk mewujudkan visinya, Maka Motors melakukan proses riset dan pengembangan in-house untuk mengatasi keterbatasan banyak perusahaan sepeda motor listrik, yang mengalihdayakan R&D dan kehilangan wawasan pengguna yang penting, kontrol atas rantai pasokan, dan potensi efisiensi biaya.