Bisnis.com, JAKARTA - Co-residence atau co-housing (community housing atau collaborative housing) dapat menjadi pesaing baru apartemen di pasar sewa hunian perkotaan.
Hal ini mengingat konsep co-residence memberikan harga sewa yang lebih terjangkau pada bagian rumah yang tak terpakai.
Senior Research Knight Frank Indonesia, Syarifah Syaukat, mengatakan penerapan dari co-residence ini dapat meningkatkan nilai lahan dan lebih banyak ruang yang dapat dimanfaatkan, tidak hanya untuk satu keluarga inti saja.
"Pemilik lahan [masyarakat swadaya] dapat menyewakan kembali unit-unit ruang propertinya, dengan harga yang relatif bersaing dibanding apartemen," kata Syarifah kepada Bisnis, dikutip Minggu (16/7/2023).
Menurutnya, fenomena co-residence muncul umumnya di kawasan perkotaan, dengan lahan terbatas dan harga yang tinggi menyebabkan optimalisasi lahan menjadi pilihan.
Co-residence memberikan peluang untuk menambah pasokan hunian berupa unit-unit ruang yang lebih banyak, sekaligus memberikan fleksibilitas pemenuhan kebutuhan lahan warga kota.
Baca Juga
Di samping itu, konsep ini semakin terbuka untuk diimplementasikan di Jakarta, seiring dengan penetapan Pergub No. 31 Tahun 2022 tentang RDTR Zonasi DKI Jakarta yang mengizinkan warga untuk memiliki flat atau hunian hingga 4 lantai.
"Memang tidak dapat dipungkiri, kehadiran peraturan ini diminati oleh masyarakat, terutama jika hunian tersebut terletak tidak jauh dari pusat transportasi umum," ujarnya.
Namun, dia menilai implementasi ini sejatinya masih membutuhkan sosialisasi kepada seluruh pemangku kepentingan agar penerapannya dapat optimal dan sesuai dengan kebijakan yang berlaku.
"Bagi developer, pengembangan tipe flat ini diharapkan dapat diterjemahkan sebagai peluang inovasi baru, atau bentuk fleksibilitas dalam ruang hunian dengan konsep low-rise apartment," terangnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Persatuan Realestat Indonesia (REI), Hari Ganie, mengatakan sektor aprtemen masih tertekan di tahun ini. Hal ini terlihat dari harga sewa apartemen non Central Business District (CBD) yang belum bergerak.
Apalagi, menurut Hari, saat ini pasokan unit apartemen masih terus bertambah karena banyak proyek yang baru rampung tahun ini setelah sempat tertunda akibat pandemi.
"Kalau yang di lingkar luar non-CBD masih stabil [harganya]. [Pasar] apartemen belum pulih, masih menunggu kira-kira sampai 2025 pascapemilu," tuturnya.