Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menjawab kekhawatiran terkait potensi munculnya masalah lingkungan akibat pertambangan dan hilirisasi nikel. Luhut menyebut bahwa potensi tersebut menjadi perhatian utama pemerintah.
“Kecemasan ini [masalah lingkungan] jadi kecemasan kami juga. Informasi terus diberikan kepada kami [pemerintah] untuk mencegah [kerusakan lingkungan]. Jadi bagaimana solusi yang bisa kami lakukan,” kata Luhut di acara Nikel Conference, Selasa (25/7/2023).
Luhut menuturkan, salah satu upaya menjaga agar pertambangan nikel tidak merusak lingkungan adalah dengan membatasi pasokan nikel agar tidak berlebihan.
Selain menjaga lingkungan, pembatasan tersebut juga menjadi cara pemerintah untuk menjaga harga nikel agar tidak jatuh.
Lebih lanjut, Luhut menegaskan bahwa dirinya sangat terbuka terhadap kritik atas masalah lingkungan akibat pertambangan nikel. Namun, kritik tersebut harus dibarengi dengan solusi.
“Kritik dari berbagai pihak saya dengarkan, kita harus melakukan ini bersama. Bukan hanya pemerintah," ujarnya.
Baca Juga
Adapun, cadangan dan produksi komoditas nikel di Tanah Air cukup besar. Berdasarkan Rencana Pengelolaan Mineral dan Batubara Nasional Tahun 2022-2027, cadangan dan produksi nikel Indonesia berada di peringkat ke-1 di dunia atau setara dengan 23 persen cadangan dunia dan produksi 29 persen dari cadangan dunia.
Indonesia memiliki total sumber daya nikel sebesar 17,7 miliar ton bijih dan 177,8 juta ton logam, dengan cadangan 5,2 miliar ton bijih dan 57 juta ton logam.
Indonesia juga masih menyimpan beberapa wilayah yang belum dieksplorasi (greenfield) yang dapat dikembangkan dan dijadikan peluang investasi, seperti untuk komoditas nikel ada di Provinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat.
Pemerintah memperkirakan permintaan komoditas mineral khususnya nikel akan semakin kuat seiring dengan peningkatan permintaan baterai berbasis nikel.