Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan membeberkan dirinya telah mendapat nama perusahaan berkaitan dengan dugaan praktik ekspor bijih atau ore nikel ilegal dari Indonesia ke China sepanjang Januari 2020 hingga Juni 2022.
Luhut menuturkan, nama badan usaha terduga itu diperoleh dari laporan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri beberapa waktu lalu.
“Pak Firli bilang ke saya, sudah dapat [perusahaannya],” kata Luhut saat ditemui di Menara Danareksa, Jakarta, Senin (24/7/2023).
Kendati demikian, Luhut enggan menerangkan lebih lanjut identitas perusahaan yang belakangan telah diidentifikasi komisi antirasuah tersebut.
“Saya belum tahu nanti kita cek,” kata dia.
Sebelumnya, saat desas desus ini dilempar KPK ke publik, dia sempat mengatakan, penyelundupan ekspor bijih nikel ke luar negeri berpotensi mengandung unsur pidana yang kuat untuk dapat diselidiki lembaga penegak hukum terkait.
Baca Juga
“Bisa kita pidanakan,” kata Luhut.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya memberlakukan pelarangan ekspor bijih nikel sejak 1 Januari 2020 melalui Peraturan Menteri ESDM No.11/2019. Pelarangan eskpor demi penghiliran dalam negeri itu bahkan menuai gugatan dari Uni Eropa.
Namun, KPK melalui Satuan Tugas (Satgas) Koordinasi dan Supervisi Wilayah V justru mengendus dugaan tersebut melalui data Bea Cukai China yang dikaji oleh lembaga antirasuah tersebut. Dari data kajian yang diperoleh Bisnis, ekspor ilegal ke China itu mencapai 5 juta ton lebih ore nikel.
"[Dugaan ekspor ilegal ore nikel] Januari 2020 sampai dengan Juni 2022. Sumber website Bea Cukai China," ujar Kasatgas Koordinasi dan Supervisi Wilayah V KPK Dian Patria saat dihubungi Bisnis, Jumat (23/6/2023).
Dian mengatakan, data yang dikaji dari Bea Cukai China itu tidak menyertakan informasi secara terperinci mengenai daerah asal ekspor. Namun, ada dugaan kuat ekspor itu berasal dari wilayah timur Indonesia.
Berdasarkan catatan Bisnis, beberapa daerah penghasil nikel di Indonesia meliputi Morowali, Sulawesi Tengah dan Halmahera Tengah, Maluku Utara.
"Di web China tidak ditemukan [asal ekspor daerah di Indonesia]. Mestinya berasal dari lumbung ore nikel Sulawesi dan Malut," ujarnya.
Dian mengatakan, saat ini hasil kajian satgas yang dipimpinnya itu sudah berada di Direktorat Monitoring di bawah Kedeputian Monitoring dan Pencegahan KPK. Temuan itu akan dikaji lebih lanjut guna menghasilkan rekomendasi untuk langkah KPK selanjutnya.
"Teman-teman [Direktorat] Monitoring sedang kajian. Nanti kita lihat rekomendasi seperti apa ya. Saya fungsi koordinasi dan supervisi pencegahan," lanjutnya.
Di sisi lain, Dian menilai temuan dari satgasnya ini belum bisa dikaitkan dengan unsur tindak pidana korupsi. Namun demikian, apabila ke depannya ditemukan demikian, maka KPK bakal mengusut lebih jauh temuan tersebut hingga ke proses hukum.