Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menampik adanya praktik ekspor bijih atau ore nikel ilegal ke China sepanjang Januari 2020 hingga Juni 2022, sebagaimana dilaporkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Plt Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Muhammad Wafid mengatakan, terdapat kekeliruan atau perbedaan persepsi dalam memahami kode harmonized system (HS) yang dipahami komisi antirasuah dan lembaga lainnya terkait dengan dugaan awal penyelundupan bahan mentah yang telah dilarang ekspor sejak Januari 2020 lalu tersebut.
“Kami yakin itu salah memahami kode HS, kita nggak akan main-main mengenai ekspor lah,” kata Wafid saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (17/7/2023).
Dia memastikan tidak ada bijih nikel yang diselundupkan ke China pada periode yang disebut komisi antirasuah itu. Dia menuturkan, kementeriannya sudah melakukan evaluasi internal ihwal dugaan yang sudah disampaikan KPK kepada publik bulan lalu.
“Sebenarnya sudah confirm itu, nikel nggak ada celah itu, cuma ya itu kalau ada berarti ini beda persepsi lah, ini saya bilang,” kata dia.
Sebelumnya, KPK melalui Satuan Tugas (Satgas) Koordinasi dan Supervisi Wilayah V mengendus dugaan ekspor ilegal bijih nikel melalui data Bea Cukai China yang dikaji oleh lembaga antirasuah tersebut. Dari data kajian yang diperoleh Bisnis, ekspor ilegal ke China itu mencapai 5 juta ton lebih ore nikel.
Baca Juga
"[Dugaan ekspor ilegal ore nikel] Januari 2020 sampai dengan Juni 2022. Sumber website Bea Cukai China," ujar Kasatgas Koordinasi dan Supervisi Wilayah V KPK Dian Patria saat dihubungi Bisnis, Jumat (23/6/2023).
Dian mengatakan, data yang dikaji dari Bea Cukai China itu tidak menyertakan informasi secara terperinci mengenai daerah asal ekspor. Namun, ada dugaan kuat ekspor itu berasal dari wilayah timur Indonesia.
Berdasarkan catatan Bisnis, beberapa daerah penghasil nikel di Indonesia meliputi Morowali, Sulawesi Tengah dan Halmahera Tengah, Maluku Utara.
"Di web China tidak ditemukan [asal ekspor daerah di Indonesia]. Mestinya berasal dari lumbung ore nikel Sulawesi dan Malut," ujarnya.
Dian mengatakan, saat ini hasil kajian satgas yang dipimpinnya itu sudah berada di Direktorat Monitoring di bawah Kedeputian Monitoring dan Pencegahan KPK. Temuan itu akan dikaji lebih lanjut guna menghasilkan rekomendasi untuk langkah KPK selanjutnya.
"Teman-teman [Direktorat] Monitoring sedang kajian. Nanti kita lihat rekomendasi seperti apa ya. Saya fungsi koordinasi dan supervisi pencegahan," lanjutnya.
Di sisi lain, Dian menilai temuan dari satgasnya ini belum bisa dikaitkan dengan unsur tindak pidana korupsi. Namun demikian, apabila ke depannya ditemukan demikian, maka KPK bakal mengusut lebih jauh temuan tersebut hingga ke proses hukum.