Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Impor Bahan Baku Turun Tajam Meski Pembiayaan Korporasi Melejit

BI mencatat kebutuhan pembiayaan korporasi meningkat pesat pada pertengahan tahun 2023 meskipun impor turun.
BI mencatat kebutuhan pembiayaan korporasi meningkat pesat pada pertengahan tahun 2023 meskipun impor turun. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
BI mencatat kebutuhan pembiayaan korporasi meningkat pesat pada pertengahan tahun 2023 meskipun impor turun. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai impor pada Juni 2023 mengalami penurunan secara tajam. Padahal, Bank Indonesia (BI) mencatat kebutuhan pembiayaan korporasi meningkat pesat pada pertengahan tahun itu.

Berdasarkan data BPS, nilai impor pada Juni 2023 mencapai US$17,15 miliar, turun sebesar 19,40 persen dibanding Mei 2023. Nilai impor Juni 2023 juga mengalami penurunan sebesar 18,35 persen secara tahunan (year on year/yoy).

Lesunya nilai impor ini didorong penurunan impor di sektor nonmigas 17,73 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara terjadi penurunan impor migas sebesar 29,12 persen, dipicu oleh penurunan impor minyak mentah yang turun sebesar 43,24 persen.

Padahal, berdasarkan Survei Penawaran dan Permintaan Pembiayaan Perbankan yang dirilis oleh BI, kebutuhan pembiayaan korporasi pada Juni 2023 itu tinggi. Saldo bersih tertimbang (SBT) kebutuhan pembiayaan korporasi mencapai 17,8 persen pada Juni 2023, lebih tinggi dari SBT 12,5 persen pada bulan sebelumnya.

"Peningkatan kebutuhan pembiayaan korporasi terutama didorong oleh sektor konstruksi, perdagangan, dan pertambangan. Peningkatan yang terjadi terutama untuk mendukung aktivitas operasional serta membayar kewajiban jatuh tempo," tulis BI dalam survei tersebut pada Selasa (18/7/2023).

Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan apabila dilihat pada sektor riilnya, memang impor bahan baku turun tajam. Akan tetapi, menyusutnya impor tidak terkoneksi dengan kenaikan kebutuhan pembiayaan korporasi.

Artinya, korporasi tidak serta merta memanfaatkan pembiayaan itu untuk aktivitas impor. Ada sejumlah kebutuhan lainnya yang didanai dari pembiayaan.

"Di konstruksi misalnya ada kaitan dengan percepatan proyek strategis nasional, sehingga pembiayaan termasuk dengan penerbitan utang cukup agresif," kata Bhima kepada Bisnis pada Selasa (18/7/2023).

Di sektor infrastruktur, terutama di BUMN karya membutuhkan darah segar untuk restrukturisasi pembiayaan hingga pembayaran vendor sambil menunggu penyertaan modal negara (PMN).

"Beberapa korporasi itu juga ada kecenderungan melakukan penerbitan utang sekarang-sekarang sebelum kekhawatiran adanya tekanan suku bunga global yang tinggi," ujar Bhima.

Pemenuhan kebutuhan pembiayaan juga bisa saja dilakukan pada pertengahan tahun ini untuk mengantisipasi kekhawatiran kesulitan pembiayaan dari investor global ketika negara asal dana seperti di Amerika Serikat (AS), Eropa, hingga China mengalami pelambatan.

Selain itu, ia menilai ada kecenderungan untuk refinancing dari korporasi guna menutup utang jatuh tempo. Alasan tingginya kebutuhan pembiayaan korporasi lainnya adalah kekhawatiran akan risiko politik tahun depan. "Jadi, antisipasi dengan menerbitkan utang secara cepat," tutur Bhima.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper