Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengakuan Menkeu Sri Mulyani Soal Indonesia Perlu Rp4.000 T untuk Kejar Net Zero Emission

Menkeu Sri Mulyani Indrawati menyebut kebutuhan pembiayaan Indonesia menuju net zero emission cukup besar dan membutuhkan dukungan sektor swasta.
Ilustrasi panel surya pertama Chandra Asri yang dibangun pada 2019 telah mampu menghasilkan energi 935 megawatt-jam untuk melistriki gedung perkantoran Chandra Asri di Cilegon. /Chandra Asri
Ilustrasi panel surya pertama Chandra Asri yang dibangun pada 2019 telah mampu menghasilkan energi 935 megawatt-jam untuk melistriki gedung perkantoran Chandra Asri di Cilegon. /Chandra Asri

Bisnis.com, JAKARTA –– Kebutuhan pembiayaan Indonesia menuju net zero emission mencapai Rp4.000 triliun dan membutuhkan dukungan dunia usaha. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan pemerintah menyadari bahwa kebutuhan pembiayaan Indonesia menuju net zero emission cukup besar. Kebutuhan jumbo ini tidak dapat ditanggung sendiri oleh pemerintah melalui APBN. 

Untuk itu, Sri Mulyani mengungkapkan agar dapat mewujudkan target tersebut, perlu dukungan dari sektor swasta. 

“Kita tahu bahwa tidak mungkin kebutuhan biaya untuk bisa men-deliver tekad untuk mengurangi CO2 berasal dari APBN saja. Peranan private sector menjadi snagat penting,” ujarnya dalam The 11th Indonesia EBTKE ConEx, Rabu (12/7/2023). 

Pasalnya, Indonesia butuh setidaknya Rp4.000 triliun hingga 2030 atau dalam 7 tahun mendatang.  Sedangkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) saja saat ini hanya Rp3.000 triliun. Artinya, biaya untuk penurunan karbon tersebut lebih besar dari APBN. 

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia (World Bank) tersebut juga mengatakan bahwa pembiayaan yang APBN berikan untuk target tersebut pun tidak akan lebih dari 20 persen. 

“APBN mungkin kontribusinya bisa hanya sekitar 10 persen, nggak lebih dari 20 persen,” tambahnya. 

Meski demikian, Sri Mulyani menekankan akan memberikan kemudahan melalui berbagai insentif, seperti tax holiday, tax allowance, pembebasan PPN, bea masuk, hingga PBB, untuk menarik investor ke proyek hijau atau industri hijau. 

Sri Mulyani menjelaskan bahwa di satu sisi harus ada pensiun dini terhadap PLTU, namun permintaan akan energi, seperti listrik, akan terus meningkat seiring dengan semakin sejahteranya masyarakat. 

Dalam mendukung penurunan emisi gas rumah kaca, Indonesia telah memiliki rencana untuk melakukan pensiun dini kepada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang berbasis batu bara dan menggantikannya dengan pembangkit dengan energi terbarukan. 

Dari sisi pembiayaan, pemerintah pun telah menerbitkan instrumen keuangan mulai dari green bond, green sukuk bond, dan menggunakan institusi sebagai special mission vehicle berupa PT Geo Dipa Energi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper