Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Awas! Ini Dampak Lenyapnya Mandatory Spending Kesehatan 5 Persen

Ekonom Celios Bhima Yudhistira mengingatkan dampak dari lenyapnya mandatory spending kesehatan 5 persen.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin meresmikan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Ben Mboi Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Kamis (22/12/2022)./Istimewa
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin meresmikan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Ben Mboi Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Kamis (22/12/2022)./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Pencabutan dana wajib kesehatan atau mandatory spending kesehatan sebesar 5 persen dari Anggaran Pendatapan dan Belanja Negara (APBN) menimbulkan kekhawatiran, mulai dari stunting hingga tujuan penghapusan batasan. 

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyampaikan tidak adanya lagi minimal dana yang dianggarkan dalam APBN untuk kesehatan, akan memberikan implikasi terhadap tidak adanya jaminan anggaran untuk menyelesaikan isu stunting

“Tidak ada jaminan anggaran untuk stunting menjadi anggaran yang nilainya akan sebesar saat ini. Padahal masih banyak daerah-daerah dengan preferansi stunting yang tinggi,” ujarnya, Selasa (11/7/2023). 

Meski terdapat masalah belanja yang tidak relevan dengan program utama, atau disebut oleh Menteri Kesehatan (Menkes) sebagai anggaran yang bocor, pencabutan batasan ini tidak menjamin penyerapan anggaran ke depannya akan lebih baik. 

“Kalau dalam masalah saat ini dalam mandatory spending 5 persen banyak belanja birokrasa, kan ada fungsi BPK untuk melakukan audit dan melakukan tindak lanjut, mendorong tindak lanjut terhadap K/L terkait untuk memperbaiki belanja kesehatan,” tambah Bhima. 

Khawatirnya, lanjut Bhima, lenyapnya mandatory spending sebenarnya bukan memperbaiki kualitas anggaran kesehatan, namun justru memperkecil kontribusi anggaran kesehatan dalam peningkatan defisit APBN. 

Akibatnya, proyek-proyek yang membutuhkan anggaran besar seperti Ibu Kota Negara (IKN) dan proyek infrastruktur lainnya, akan mendapatkan porsi yang sangat besar dalam kas negara. 

“Saya kira tidak fair. Bagaimanapun juga kesehatan hak paling utama, bahkan di atas dari hak mendapatkan infrastruktur,” jelasnya. 

Bhima menuturkan bahwa pencabutan kebijakan ini menjadi kekhawatiran porsi anggaran kesehatan dari total APBN sangat mungkin pada tahun-tahun berikutnya tidak akan mencapai 5 persen. 

Artinya, akan terjadi liberalisasi dana kesehatan dan lebih banyak mengandalkan swasta atau komersialisasi di sektor kesehatan yang berakibat pada keterjangkauan masyarakat miskin. 

“Saya nggak setuju sih dicabut, seharusnya ada perbaikan kualitas anggaran yang lebih tajam lagi anggaran ke prioritas, itu yang harusnya diharapkan, ada perubahan yang ujungnya tidak menjamin porsi 5 persen dari APBN, ini langkah mundur dari sektor kesehatan,” tutupnya. 

Meski terdapat banyak kekhawatiran tersebut, salah satunya porsi anggaran, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata memastikan bahwa anggaran kesehatan ke depannya akan selalu dipenuhi meski tidak ada mandat 5 persen. 

“Nggak usah khawatir bahwa kita nggak akan mencukupi kebutuhan-kebutuhan itu secara pas. Kita nggak ingin sudah mengalokasikan ternyata nggak bisa digunakan karena gak tau mau belanja apa,” ujarnya kepada wartawan di kompleks parlemen, Selasa (11/7/2023). 

Sebagaimana diketahui, penghapusan mandatory spending sendiri merupakan usulan yang disampaikan oleh pemerintah, yaitu Menkes Budi Gunadi Sadikin. Menurutnya, selama ini alokasi di bidang kesehatan pada kenyataannya masih belum berjalan dengan baik.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper