Bisnis.com, JAKARTA – Redenominasi rupiah dinilai belum bisa diterapkan dalam waktu dekat, terutama di tengah perekonomian saat ini yang belum stabil.
Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Abdurohman menyampaikan bahwa pelaksanaan redenominasi harus menunggu momentum yang tepat.
Sementara saat ini, perekonomian dunia belum sepenuhnya pulih dari pandemi Covid-19. Situasi global yang masih sangat dinamis juga menjadi pertimbangan.
“Dari sisi global kan risikonya masih berat,” katanya usai menghadiri Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (4/7/2023).
Untuk diketahui, rencana redenominasi telah tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024 yang salah satunya menjelaskan tentang RUU terkait Redenominasi Rupiah.
Dengan rencana tersebut, penyederhanaan rupiah akan dilakukan dengan mengurangi tiga angka nol di belakang, contohnya Rp1.000 menjadi Rp1.
Pada kesempatan sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan bahwa bank sentral memang telah menyiapkan implementasi redenominasi atau penyederhanaan nilai tukar rupiah, tetapi belum dapat diterapkan. Persiapan tersebut telah dilakukan sejak 2010.
“Redenominasi sudah kami siapkan dari dulu, mulai dari masalah desain dan tahapan-tahapannya. Itu sudah kami siapkan dari dulu secara operasional dan bagaimana tahapan-tahapannya,” katanya.
Dia pun mengungkapkan ada tiga syarat untuk bisa melakukan redenominasi. Pertama, yaitu kondisi makro ekonomi Indonesia harus dalam situasi baik.
Kedua, stabilitas moneter dan sistem keuangan di dalam negeri terjaga. Ketiga, redenominasi akan diterapkan bila situasi sosial-politik nasional yang kondusif.