Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menghentikan secara permanen kegiatan pertambangan di Pulau Rupat, Riau usai kegiatan itu terbukti menimbulkan kerusakan ekosistem mangrove dan padang lamun.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Adin Nurawaluddin menyampaikan, tindakan tersebut merupakan respons KKP terhadap aksi puluhan nelayan Suka Damai di Beting Aceh dan Pulau Babi, Rupat Utara yang menuntut pemerintah untuk menyelamatkan Pulau Rupat dari ancaman tambang pasir laut.
“Pada intinya, kegiatan tambang di Pulau Rupat sudah resmi kami setop,” kata Adin melalui keterangan resmi, Rabu (21/6/2023).
KKP sebelumnya telah menyegel kapal penambang pasir PT LMU dan menghentikan kegiatan penambangan dan pengangkutan pasir laut di Pulau Babi, Beting Aceh, dan Pulau Rupat. Hal tersebut dilakukan lantaran adanya dugaan kegiatan penambangan yang dilakukan merusak ekosistem di sekitarnya pada akhir Februari 2022.
Adin menuturkan, KKP telah membentuk tim ahli ekosistem pesisir dan laut untuk kasus di Pulau Rupat. Menurut analisis mereka, kerusakan yang terjadi di perairan Pulau Rupat 75 persen disebabkan oleh kelalaian manusia dan 25 persennya disebabkan oleh faktor alam.
Terhadap kerusakan tersebut, Adin menegaskan bahwa KKP telah menghentikan kegiatan penambangan di Pulau Rupat secara permanen. Pihaknya juga sudah menyampaikan permintaan evaluasi perizinan penambangan di perairan Pulau Rupat kepada Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM).
Baca Juga
Kepada PT LMI dan perusahaan lain yang menyebabkan kerusakan ekosistem, KKP mengenakan denda administratif sebagai pertanggungjawaban atas kerusakan yang ditimbulkan.
Adin menegaskan, Pulau Rupat tidak boleh digunakan untuk kegiatan penambangan. Sebab, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 62/2010 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar dan Keppres No.6/2017 tentang Penetapan Pulau-Pulau Kecil Terluar, pemanfaatan Pulau Rupat hanya diperbolehkan untuk wilayah pertahanan, konservasi, dan kesejahteraan masyarakat.
Di sisi lain, Adin menegaskan, adanya Peraturan Pemerintah (PP) No. 26/2023 tentang Pengelolaan Sedimentasi di Laut salah satunya untuk mengantisipasi kasus-kasus yang terjadi di Pulau Rupat. Pernyataan ini disampaikan Adin untuk merespons kekhawatiran nelayan dengan hadirnya aturan ini.
Adin menuturkan, dengan adanya PP No. 26/2023, lokasi tambang hasil sedimentasi hanya bisa ditentukan berdasarkan penelitian tim ahli sehingga lokasi yang bisa ditambang ada lokasi yang terdapat sedimen yang dapat diambil, bukan pasir yang menjadi komponen penting ekosistem laut.
“Sebelum ada aturan ini kan kurang jelas, pasir dianggap sebagai salah satu materi pertambangan. Nah, dengan adanya PP No.26/2023, penambangan di Pulau Rupat menjadi tidak diperbolehkan selamanya karena di lokasi tersebut tidak mungkin ditetapkan sebagai lokasi sedimen karena merupakan pulau-pulau kecil terluar yang dilindungi,” pungkasnya.