Bisnis.com, JAKARTA –Kementerian Perindustrian menganggap rontoknya industri padat karya seperti alas kaki dan tekstil yang berujung pada Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK massal dipicu produktivitas rendah. Hal itu dilatari penggunaan mesin yang sudah uzur.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Ignatius Warsito menuturkan bahwa rata-rata pabrik-pabrik di industri padat karya nasional masih menggunakan mesin-mesin tua.
Dengan mesin yang secara teknologi ketinggalan ini, menurut Warsito, membuatpelaku industri tekstil di Tanah Air tidak dapat memaksimalkan inovasi, sehingga model produk tidak mengikuti perkembangan zaman.
Menurutnya, tidak heran jika produk-produk hasil industri dalam negeri kalah di pasar global oleh produk dari berbagai negara yang memiliki tingkat inovasi di sektor padat karya cukup tinggi.
“Itu kan mesinnya juga sudah lama dan pesanannya turun, jadi semakin turun,” tutur Warsito saat ditemui Bisnis di Kompleks Parlemen pada Senin (12/6/2023).
Dalam hal ini alumni Teknik Kimia Universitas Diponegoro yang telah bekerja di Kemenperin sejak tahun 1990 tersebut menuturkan, bahwa kementerian tengah menyiapkan insentif untuk industri padat karya. Tidak hanya itu, Kemenperin berupaya memperpanjang program restrukturisasi mesin untuk tahun depan.
Baca Juga
“Dengan mesin-mesin baru kan bisa membuat model-model yang baru,” tambah Warsito.
Sebelumnya, pada 2021 dan 2022 lalu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memang menggelar program restrukturisasi mesin/peralatan yang fokus pada industri penyempurnaan kain dan pencetakan kain yang diikuti oleh 27 perusahaan.
Tahun ini, Kemenperin kembali menggelar program ini dan menargetkan keikutsertaan 13 perusahaan dengan total anggaran sebesar Rp4,7 miliar.
Program ini bertujuan untuk menstimulasi penggunaan peralatan atau mesin yang lebih modern, hemat, dan ramah lingkungan sehingga dapat meningkatkan daya saing, sesuai dengan peta jalan "Making Indonesia 4.0".
Dengan anggaran tersebut, akan dilakukan penggantian (reimburse) potongan harga senilai 10 persen dari total investasi mesin/peralatan yang berasal dari impor, atau 25 persen untuk mesin/peralatan produksi dalam negeri.
Diberitakan Bisnis pada Jumat (20/4/2023), pada awal April tahun ini PT Tuntex Garment Indonesia, pabrik tekstil yang memproduksi merek Puma, terpaksa merumahkan 1.163 pekerjanya lantaran tidak sanggup membayar upah.
Hal ini menambah panjang catatan pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil dan produk tekstil (TPT).
Pada tahun 2022 lalu, mengutip data Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), total tenaga kerja pabrik garmen yang yang kehilangan pekerjaan sampai dengan awal November 2022 mencapai 79.316 orang dari 111 perusahaan.