Bisnis.com, JAKARTA - Pengembang properti Tanah Air kembali didorong untuk segera menanamkan modal dan membangun proyek di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Meski pemerintah telah menggelontorkan sejumlah insentif kemudahan berusaha, ternyata masih ada ganjalan yang menahan laju investasi di IKN.
Sekjen Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Hari Ganie menjelaskan, beberapa persoalan tanah yang masih menjadi pertimbangan besar bagi pengembang properti, di samping menunggu rampungnya infrastruktur dasar.
"Soal hak atas tanah meskipun katanya sudah bisa sekian puluh tahun segala macem, dasar hukumnya apa? Dasar hukumnya kuat nggak, misalnya di Undang-Undang Pertanahan, itu nggak ada, di UU Agraria nggak ada, kita masih 30-20-30 tahun [hak atas tanah]," kata Hari kepada Bisnis, dikutip Minggu (11/6/2023).
Dalam PP No.12 Tahun 2023 yang menawarkan sejumlah kemudahan berusaha di IKN itu salah satunya memberikan fasilitas terkait lokasi di IKN, di mana pemerintah akan memberi jaminan kepastian jangka waktu hak atas tanah yang lebih kompetititif sesuai perjanjian dengan Otorita IKN.
Untuk hak guna usaha akan diberikan paling lama 35+25+35 tahun, HGB paling lama 30+20+30 tahun, dan hak pakai paling lama 30+20+30 tahun.
Hak atas tanah tersebut dapat diberikan lagi pada siklus kedua dengan evaluasi sebelum jangka waktu berakhir. Bagi hunian masyarakat, status tanah HGB dapat ditingkatkan menjadi hak milik.
Baca Juga
Selanjutnya, Hari mempertanyakan terkait kejelasan pembebasan lahan milik masyarakat lokal maupun pemegang konsesi lahan, yaitu pelaku usaha yang mengantongi Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI).
"Itu dipertanyakan juga udah selesai belum urusannya antara pemegang konsensi dengan pemerintah, sudah diserahkan belum? Mereka masih punya di sana masa konsesi, kegiatan perkebunan," ujarnya.
Di sisi lain, investor pun masih ragu dengan status tanah yang ditawarkan pemerintah, yakni HGB di atas hak pengelolaan (HPL) Otorita IKN.
Menurutnya, masih lebih menarik di tempat lain yang menawarkan HGB murni, seperti di Balikpapan dan Samarinda.
"Ini mohon dijelaskan semuanya soal tanah ini. Kalau HGB murni pasti menarik, kalau di atas HPL pasar nggak bagus responsnya, perbankan juga nggak bagus responsnya agak susah," tandasnya.
Deputi Pendanaan dan Investasi OIKN Agung Wicaksono pun mengakui masih ada hambatan dari masuknya investasi tersebut terkait dengan pertanahan.
"Itu sudah masuk, mereka tinggal tanda tangan perikatan, tapi soal tanah ini yang jadi kunci. Hak pengelolaan atas tanahnya belum sampai ke kita," terangnya.
Menurutnya, proses pelepasan tanah dari kawasan hutan masih belum clear and clean. Untuk itu, pemerintah membentuk Satgas Investasi untuk mempercepat persoalan tersebut.
Di samping itu, Chief Risk & Sustainability Officer Sinar Mas Land Muhammad Reza Abdul Majid mengatakan, pihaknya belum memiliki rencana untuk menanamkan modal di IKN. Namun, Sinar Mas Land tetap mendukung dan melihat potensi dari mega proyek tersebut.
"Kami belum ada proyek ataupun ada investasi khusus di sana [IKN]. Kalau kami belum ada yang langsung ke sana, jadi kita proyek-proyek yang dekat IKN kita ada di Balikpapan sudah lama proyek Grand City Balikpapan, masih kita kembangkan dari residensial maupun komersial area di situ," ungkapnya.
Tak hanya Sinar Mas Land, Direktur Marketing Agung Podomoro Land Agung Wirajaya mengatakan, banyak faktor yang membuat perseroan masih mengerem minat investasinya di IKN Nusantara. Dia mengatakan, kepastian kelanjutan proyek menjadi salah satu faktor yang menahan minat tersebut.
Menurutnya, keputusan pemindahan ibu kota ke IKN Nusantara merupakan suatu keputusan politik di era pemerintahan saat ini. Namun, memasuki tahun politik, kepastian kelanjutan proyek tersebut menjadi tanya tanya besar untuk pemerintahan selanjutnya.
"Nanti setelah Pak Jokowi bagaimana? Produk undang-undang kadang-kadang bisa ditunda sehingga banyak akhirnya orang wait and see," ujarnya, beberapa waktu lalu.