Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memandang masih ada hal lain yang mengancaman ekonomi Indonesia meski Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mencabut status pandemi Covid-19.
Belajar dari pandemi Covid-19, Sri Mulyani mengatakan Indonesia dapat belajar untuk menghadapi kemungkinan pandemi-pandemi lainnya yang mungkin terjadi di masa mendatang.
“Ini bukan pandemi terakhir, kita harus belajar menangani pandemi yang akan datang. Dunia bukan hanya dihadapkan shock berupa pandemi, tetapi shock yang mempengaruhi fundamental dan struktural dunia,” ujarnya dalam acara Bisnis Indonesia - Green Economy Forum, Selasa (6/6/2023).
Pertama, dunia termasuk Indonesia berpotensi mengalami syok dari sisi fragmentasi politik. Kompetisi kekuatan ekonomi dunia yang memunculkan fragmentasi dan menimbulkan ancaman dikavling, yang akhirnya persaingan dibidang ekonomi.
Kedua, potensi shock yang sudah mempengaruhi banyak kondisi kegiatan ekonomi dunai adalah perkembagnan ekonomi digital, seperti munculnya AI dan GPT yang mampu mempengaruhi ekonomi, bahkan praktik kemanusiaan dan hubungan antar manusia.
“Ini suatu fundamental yang harus dievaluasi dan pelajari,” katanya.
Baca Juga
Ketiga, selain fragmentasi global, digital teknologi, serta pandemi yang sebelumnya terjadi, shock mungkin terjadi akibat perubahan iklim atau climate change.
Shock yang bertubi-tubi akan mempengaruhi berbagai kinerja ekonomi dunia. Pasalnya sesudah pandemi ternyata pemulihan ekonomi tidak semudah membalikan telapak tangan.
Adanya ketidaksinkronan antara pemulihan sisi demand-supply secara global setelah pandemi, ditambah geopilitik, perang, ancaman dikavling, menimbulkan ancaman ekonomi global.
“Bagi pembuat kebijakan, pilihan-pilihan kebijakan di bidang fiskal, moneter, dan ekonomi seperti perdagangan dan investasi menjadi semakin rumit, situasi yang tidak bersahabat telah membuat perekonomian dunia menjadi melemah,” tuturnya.
Bahkan, Dana Moneter Internasional (IMF) mematok pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini, di mana sudah tidak lagi pandemi, sebesar 2,8 persen. Lebih rendah dari masa pandemi 2022 yang sebesar 3,4 persen.
Meski demikian, Sri Mulyani optimistis Indonesia dapat bertahan, tercermin dari pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang stabil di atas 5 persen dalam 5 kuartal terakhir.
Begitu pula dengan inflasi yang terjaga bahkan cenderung menurun, ditambah dengan PMI manufaktur yang mencatatkan kinerja ekspansif sepanjang 2023.
“Ini adalah situasi yang tidak biasa bagi banyak negara di dunia, kita harus mampu menjaga resilien kita,” katanya.