Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kementerian ESDM Bongkar Arah Transisi Energi Indonesia

Indonesia memiliki komitmen kuat untuk melakukan transisi energi sesuai dengan rencana yang tertera pada dokumen Nationally Determined Contribution (NDC).
Proyek ekspor energi terbarukan Sun Cable dari Australia ke Singapura /Twitter
Proyek ekspor energi terbarukan Sun Cable dari Australia ke Singapura /Twitter

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) memaparkan rencana pemerintah Indonesia untuk melakukan transisi energi dalam rangka menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menyampaikan Indonesia memiliki komitmen kuat untuk melakukan transisi energi sesuai dengan rencana yang tertera pada dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) serta sebagai upaya menuju Indonesia Net Zero Emission pada 2060.

“Kementerian ESDM telah berkoordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan dalam menyusun sebuah Peta Jalan Sektor Energi menuju Net Zero Emission 2060. Peta jalan tersebut menjabarkan ambisi Indonesia untuk menurunkan 93 persen dari emisinya di sektor energi melalui berbagai kebijakan strategis di sektor permintaan dan suplai energi,” ujarnya kepada Bisnis.com, Senin (5/6/2023). 

Dadan menjelaskan terdapat sejumlah dukungan regulasi atau kebijakan yang dikembangkan dalam rangka proses transisi energi tersebut. Dukungan tersebut meliputi sejumlah peralihan dan perluasan elektrifikasi atau pemanfaatan energi listrik di sektor rumah tangga, transportasi, industri, dan sebagainya.

“Misalnya promosi pemakaian kendaraan listrik, konversi motor Bahan Bakar Minyak [BBM] menjadi motor listrik, promosi pemanfaatan kompor induksi/listrik, elektrifikasi peralatan untuk industri agrikultur, penerangan jalan dengan tenaga surya, dan sebagainya,” terangnya.

Tak hanya itu, arah transisi energi Indonesia adalah melalui pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) secara masif baik secara offgrid, ongrid,dan melalui pemanfaatan BBN. Sesuai pemodelan dalam skenario NZE, Indonesia perlu membangun kapasitas EBT tambahan sebesar 708 MW untuk memenuhi kebutuhan energi di tahun 2060.

Rencana tersebut selaras dengan kebijakan moratorium pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) baru dan pensiun dini untuk PLTU eksisting. PLTU yang diperbolehkan untuk dibangun hanya yang sudah ada dalam RUPTL PT PLN (Persero) sebelum berlakunya Peraturan Presiden Nomor 112/2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

Selain itu, tekannya, penyediaan PLTU yang memenuhi beberapa kriteria khusus integrasi dengan industri, berkomitmen menurunkan emisi GRK sebanyak lebih dari 35 persen dalam 10 tahun, atau beroperasi hanya sampai 2050.

Pengembangan teknologi bersih seperti Carbon Capture Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) juga telah untuk menurunkan emisi di pembangkit fosil yang sudah ada. Pengembangan energi dari sumber energi baru seperti hidrogen atau ammonia untuk sektor yang tidak mudah dialihkan ke energi listrik. Penerapan efisiensi energi melalui Standar Kinerja Energi Energi Minimum, Labeling, penerapan Sistem Manajemen Energi, dan sebagainya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper