Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perindustrian menanggapi anjloknya purchasing manager’s index (PMI) industri manufaktur pada Mei 2023 yang dirilis S&P Global pada angka 50,3, menurun 2,4 poin dari April yang mencapai 52,7.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menuturkan bahwa meningkatkan permintaan domestik dapat mendorong kinerja industri manufaktur seperti bulan sebelumnya.
Menurutnya, meningkatkan permintaan domestik dapat dilakukan dengan menjalankan kebijakan pengoptimalan terhadap produk lokal melalui program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).
“Kami akan terus pacu permintaan domestik melalui program P3DN. Belanja kementerian/lembaga dan pemerintah daerah akan terus dipantau terutama yang memiliki anggaran belanja besar selama ini,” tutur Agus dalam keterangannya pada Selasa (6/6/2023).
Namun, dilihat dari jumlahnya, realisasi belanja produk dalam negeri oleh kementerian/lembaga, pemerintah pusat, pemerintah daerah dan BUMN pada 2023 hingga 8 Mei lalu, baru mencapai Rp196 triliun.
Hal tersebut disampaikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) dalam Forum Merdeka Barat 9.
Baca Juga
Angka realisasi belanja dalam negeri Rp196 triliun tersebut hanya mencapai 16,7 persen dari target realisasi belanja produk dalam negeri oleh kementerian/lembaga, pemerintah pusat, pemerintah daerah dan BUMN pada 2023 yang mencapai Rp1.171 triliun.
Sementara, angka realisasi belanja dalam negeri Rp196 triliun tersebut terhitung sejak awal 2023 hingga 8 Mei 2023, artinya sudah melewati kuartal I/2023.
Meskipun turun dengan angka yang signifikan, Agus menyebutkan PMI manufaktur Indonesia pada Mei tetap dalam keadaan ekspansif dan mampu mengungguli PMI manufaktur di berbagai negara tetangga, beberapa negara maju, bahkan PMI manufaktur dunia.
Diketahui PMI Malaysia tercatat pada poin 47,8, Taiwan 44,3, Vietnam 45,3, Korea Selatan 48,4, Inggris 47,1, Belanda 44,2, Jerman 43,2, Prancis 45,7, dan Amerika Serikat 48,4. Bahkan juga di atas PMI manufaktur Dunia 49,6 dan Zona Eropa 44,8.
Dalam catatan Bisnis pada Senin (5/6/2023) PMI Manufaktur tercatat menurun 2,4 poin pada Mei 2023 menjadi 50,3 dari bulan sebelumnya yang mencapai 52,7. Hal ini dipicu oleh pesanan baru yang melambat di bulan ini.
Padahal, pada April 2023 lalu manufaktur Indonesia baru saja mencapai permintaan baru tertinggi. Pelambatan pesanan baru ini juga menjadi pelambatan pesanan baru pertama sejak Agustus 2021.