Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) pesimis target pemerintah untuk menyalurkan kredit pemilikan rumah (KPR) subsidi sebanyak 220.000 unit tidak akan tercapai hingga akhir tahun 2023.
Sebagai informasi, pemerintah melalui Badan Pengelola Tabungan Perumahan (BP Tapera) akan menyalurkan dana FLPP tahun 2023 sebanyak 220.000 unit senilai Rp25,18 triliun, sedangkan untuk Pembiayaan Tapera sebanyak 10.000 unit senilai Rp1,05 triliun.
Data Kementerian PUPR menunjukkan realisasi penyaluran FLPP baru mencapai 30 persen per Mei dari target tahun ini.
Ketua Umum DPP Apersi Junaidi Abdillah mengatakan target tersebut sangat sulit tercapai karena harga jual rumah subsidi tak kunjung disesuaikan selama 3 tahun terakhir.
"Kalau belum naik susah, saya yakin kayanya enggak tercapai. Kayanya di sisa waktu ini sulit tercapai sampai 220.000 unit karena memang kenaikan ini seharusnya di awal tahun," kata Junaidi di Jakarta, Kamis (25/5/2023).
Terhambatnya aturan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) melalui Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) menyulitkan para pengembang karena ongkos produksi yang terlampau tinggi dan tidak sesuai dengan margin profit yang diperoleh.
Apalagi, proses pembangunan rumah subsidi pun tidak bisa dilakukan dengan singkat. Junaidi menjelaskan, ada proses konstruksi, pengajukan ke perbankan yang perlu dilalui oleh pengembang.
Menurutnya, dalam satu bulan, rata-rata pengembang membangun 1 unit rumah dalam waktu 2 bulan jika dikerjakan oleh 1 kelompok tukang. Sementara itu, umumnya, 1 perumahan menengah mempekerjakan 30 kelompok tukang.
Saat ini, Apersi baru mengerjakan 30.000-40.000 unit rumah dari target 172.000 unit. Sementara itu, berdasarkan data Kementerian PUPR penyaluran rumah subsidi baru mencapai 30 persen dari total 220.000 unit.
Ditjen Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR Haryo Bekti Matoyoedo mengakui proses pembentukan aturan baru harga jual rumah subsidi berlangsung alot antar kementerian.
"Proses ini sudah berjalan cukup lama dan sudah mendekati ujung. Diharapkan dari hasil pembicaraan dengan Kemenkeu, Juni akan keluar PMK nya," kata Haryo dalam kesempatan yang sama.
Dalam hal ini, pihaknya mengakomodir masukan dari pengembang rumah subsidi untuk perhitungan nilai jual bebas PPN. Haryo menegaskan, PUPR telah melakukan diskusi perhitungan dan dipastikan akan terbit Juni mendatang.
Sebagai informasi, selama 3 tahun terakhir, pengembang rumah subsidi terus menanti penyesuaian harga rumah subsidi yang tak kunjung selaras dengan kenaikan harga bahan bangunan serta kenaikan harga BBM.