Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memandang pengambilalihan mayoritas saham PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) oleh pemerintah melalui MIND ID tak semudah jika dibandingkan dengan akuisisi saham PT Freeport Indonesia (PTFI) pada 2018 lalu.
Arifin menekankan bahwa INCO hanya perlu mendivestasikan lagi 11 persen sahamnya untuk memenuhi syarat peralihan status kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) yang mewajibkan divestasi minimal 51 persen saham kepada investor nasional atau pemerintah.
“Saham yang sudah didivestasi Vale sudah 40 persen, 20 persen diambil BUMN, 20 persen publik. Ke publik karena dulu ditawarkan Vale untuk diambil BUMN, tapi waktu itu BUMN nggak respons dan waktu itu belum ada MIND ID. Untuk itu pemerintah secara resmi menyampaikan ke Vale bahwa sebagai pengalihannya harus di go public-kan dalam negeri, sekarang masih ada sisa 11 persen,” ujar Arifin dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (24/5/2023).
Saat ini, mayoritas saham INCO masih dikuasai asing, yakni Vale Canada Limited sebesar 43,79 persen dan Sumitomo Metal Mining Co. Ltd. 15,03 persen.
Terkait dorongan agar MIND ID dapat meningkatkan kepemilikan saham di INCO hingga mayoritas, Arifin menilai hal itu tak bisa dilakukan dengan strategi yang sama ketika MIND ID mengakuisisi mayoritas saham Freeport.
“Harus dilihat kepemilikan sahamnya, banyak yang terlibat di dalam situ. Ini tentu harus diselesaikan di internal, kalau dulu kan Freeport hanya McMoRan dan juga ada Rio Tinto," kata Arifin.
Baca Juga
"Jadi memang 51 persen sebagai syarat dalam aturan kita untuk bisa mendapatkan perpanjangan, sebetulnya dengan 11 persen bisa memenuhi. Lebih dari itu mungkin kesepakatan business-to-business antara kedua entitas,” imbuhnya.
Di sisi lain, Arifin juga mengungkapkan bahwa pengambilalih 11 persen saham INCO akan ditentukan berdasarkan kesepakatan MIND ID dengan pemerintah daerah.
Sementara itu, Komisi VII DPR RI menyoroti ihwal legitimasi kepemilikan 20,64 persen saham INCO oleh publik yang dianggap pemerintah sudah mewakili kepentingan investor dalam negeri.
Lewat sudut pandang itu, pemerintah menegaskan, kepemilikan saham investor nasional yang diwakili MIND ID dan publik sudah mencapai 40 persen, jadi tinggal 11 persen kewajiban sisa divestasi INCO untuk syarat perpanjangan kontrak.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Dony Maryadi Oekon mengatakan, situasi itu menimbulkan persoalan signifkan ihwal legitimasi porsi kepemilikan saham Indonesia di INCO.
“MIND ID menganggap publik itu bukan punya Indonesia saja, karena investornya ada di luar segala macam,” kata Maryadi.
Dia berharap pemerintah bersama dengan MIND ID dapat mencari jalan keluar atas persoalan legitimasi kepemilikan saham publik tersebut yang belakangan dianggap masuk ke dalam kategori investor nasional.
“Pemerintah hari ini menyatakan punya 40 persen, 20 persen satu ini [publik] yang jadi dispute, dianggap BUMN bukan saham publik karena dimiliki oleh orang-orang lain yaitu pasar,” kata dia.
Sebelumnya, dua pemegang saham asing INCO, Vale Canada Limited dan Sumitomo Metal Mining, disebut siap melepas kepemilikan mereka menyusul kewajiban divestasi berkaitan dengan upaya negosiasi peralihan status konsesi kontrak menjadi IUPK dengan pemerintah.
“Sebenarnya divestasi ini pelaksanaannya oleh pemegang saham asing ya, Vale dan Sumitomo dari kedua belah pihak sudah yakin untuk siap melepas,” kata Direktur Utama INCO Febriany Eddy saat acara Penandatangan Perjanjian Investasi Proyek Blok Bahodopi, Jakarta, Selasa (6/9/2022).
Febriany menegaskan, kedua pemegang saham mayoritas asing itu telah bersedia mengikuti ketentuan kewajiban divestasi yang diamanatkan pemerintah sebagai syarat peralihan status konsesi tambang nikel Vale yang tersebar di Provinsi Sulawesi Selatan, Tengah dan Tenggara. Adapun, luas wilayah konsesi tambang Vale mencapai 118.000 hektare.
INCO diketahui baru mengeksplorasi sekitar 16.000 hektare wilayah operasi dari keseluruhan kontrak karya perseroan blok tambang nikel yang tersebar di Provinsi Sulawesi Selatan, Tengah, dan Tenggara.
Realisasi pemanfaatan wilayah operasi itu relatif rendah lantaran wilayah konsesi yang dikelola INCO belakangan berada di angka 118.000 hektare.
Adapun, INCO sebenarnya mendapatkan konsesi tambang dengan luas mencapai 6,6 juta hektare saat pemerintah menandatangani kontrak karya dengan perusahaan multitambang yang berkantor pusat di Brasil itu pada 27 Juni 1968.
Setelah 12 kali proses pengembalian sebagian wilayah KK, INCO hanya mempertahankan sekitar 2 persen dari luas konsesi tambang itu. Pada 2014, INCO mengembalikan area seluas 72.075 hektare yang dilanjutkan pada 2017 seluas 418 hektare untuk area transmigrasi.