Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengungkapkan bahwa penyebab melonjaknya harga telur lantaran terjadi kenaikan biaya produksi, khususnya pakan.
Untuk menekan harga pakan, Bapanas berupaya melakukan stabilisasi dengan memfasilitasi distribusi jagung sekitar 1.100 ton dari wilayah produksi ke para peternak.
Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi mengatakan, ekosistem perunggasan sangat erat kaitannya dengan komoditas jagung sebagai salah satu komponen utama pakan ternak. Dalam rangka menjaga stabilisasi pasokan dan harga jagung, NFA meningkatkan fasilitass distribusi pangan (FDP) komoditas jagung dari petani atau gapoktan kepada peternak.
“NFA terus mendorong fasilitasi distribusi jagung dari NTB dan Sulawesi Selatan ke wilayah produsen telur di Jateng, Jatim, dan Lampung, saat ini telah mencapai 1.100 ton dan masih berproses pendistribusian ke Solo Raya 100 ton. Dengan pasokan jagung yang lancar akan dapat menurunkan biaya produksi,” tuturnya melalui keterangan tertulis, Senin (22/5/2023).
Adapun, kondisi harga telur berdasarkan Panel Harga Pangan per 21 Mei 2023, secara rata-rata nasional berada di Rp31.276 per kilogram (kg). Sementara itu, untuk harga per kabupaten/kota, kondisi harga telur terpantau beragam dan dinamis.
Harga telur di bawah harga acuan pembelian/penjualan (HAP) Rp27.000 per kg terdapat di 66 kabupaten/kota atau 14,44 persen, sedangkan harga telur yang terpaut sedikit di atas HAP atau di kisaran Rp27.001 per kg sampai dengan Rp29.999 per kg terdapat di 84 kabupaten/kota.
Baca Juga
Sementara itu, mayoritas atau sebagian besar harga telur saat ini berada di kisaran Rp30.000 per kg sampai dengan Rp34.999 per kg. Berdasarkan Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan, dalam 2 pekan harga telur sudah naik 5,33 persen.
Upaya stabilisasi harga pakan ini, menurut Arief, harus disikapi melalui kolaborasi bersama stakeholder, termasuk kementerian/lembaga terkait.
“Berdasarkan Struktur Ongkos Usaha Tani [SOUT], biaya pakan berkontribusi sebesar 67 persen dari biaya pokok produksi telur, dengan 50 persen pakan adalah jagung giling,” ujarnya.
Menurutnya, dinamika harga telur ini harus dilihat dari berbagai sisi karena tidak terlepas dari upaya menjaga keseimbangan dan harga yang wajar di tingkat peternak, pedagang, dan konsumen.
Arief menuturkan, upaya menjaga keseimbangan harga telur ini harus dimulai dari hulu karena secara sistematis turut membentuk harga di tingkat hilir.
“Saat ini, di tingkat hulu atau peternak terjadi perubahan biaya produksi, khususnya variabel biaya pakan. Untuk menjaga biaya produksi di tingkat peternak tidak semakin melonjak, kita prioritaskan untuk dilakukan langkah stabilisasi harga pakan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Arief menambahkan, bantuan pangan telur dan daging ayam untuk menurunkan stunting yang saat ini tengah digelontorkan pemerintah kepada 1,4 juta Keluarga Risiko Stunting (KRS) juga menjadi salah satu langkah strategis untuk mengendalikan keseimbangan harga telur dari hulu hingga hilir.
“Bantuan pangan terus kita dorong ditingkatkan intensitas penyalurannya melalui BUMN pangan ID Food karena selain membantu penurunan stunting juga membantu masyarakat mengurangi pengeluaran pembelian telur, selain itu menjaga produksi di tingkat peternak diserap dengan harga yang baik.” ujarnya.
Bantuan pangan telur dan daging ayam ini menjadi semacam closed loop yang dibuat dari hulu melibatkan peternak mandiri untuk dapat berkontribusi dalam menurunkan stunting melalui pemenuhan kebutuhan protein bagi masyarakat khususnya keluarga risiko stunting.
“Jadi melalui bantuan ini di hilir juga ditekan agar tidak terjadi lonjakan inflasi. Sementara di hulu kita jaga harga di peternak tetap baik, agar peternak dapat melanjutkan produksi dan meningkatkan produktivitasnya. Apabila kewajaran harga di peternak tidak dijaga bisa berdampak pada menurunnya jumlah peternak, akan banyak peternak mandiri kecil yang tidak berproduksi. Hal ini berujung pada menurunnya produksi telur nasional. Ini yang kita antisipasi,” paparnya.
Arief menekankan keseimbangan harga di peternak, pedagang, dan konsumen tetap menjadi tujuan dari upaya stabilisasi harga telur yang saat ini digenjot NFA.
“Poinnya, kita dorong agar harga pakan turun dan stabil sehingga peternak bisa menurunkan harga jualnya sesuai HAP, lalu kita siapkan standby buyer melalui BUMN pangan untuk menyerap harga yang baik, dan di hilir kita siapkan program bantuan pangan agar harga telur terkendali dan wajar,” ungkapnya.