Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga Pengelola Investasi atau Indonesia Investment Authority (INA) mencatatkan kinerja ciamik sepanjang 2022, baik dari sisi laba maupun aset. Namun, kelanjutan performa itu akan diuji karena Indonesia kini memasuki tahun politik.
Sepanjang tahun lalu, INA mampu membukukan laba bersih senilai Rp2,62 triliun. Jumlah ini meningkat lebih dari 1.000 persen dibandingkan 2021, yakni Rp231,24 miliar. Adapun, total aset lembaga yang baru berdiri 2 tahun ini telah mencapai Rp99,85 triliun.
Selain itu, penempatan modal INA sepanjang tahun lalu juga meningkat, terutama dana yang dipupuk ke dalam instrumen ekuitas, yakni dari Rp3,24 triliun pada 2021 menjadi Rp10,83 triliun pada 2022 atau naik 234,25 persen.
Di tengah kinerja ciamik ini, INA diperkirakan menghadapi ujian cukup berat untuk mempertahankan performanya pada 2023 dan 2024 seiring gelaran Pemilihan Umum (Pemilu).
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan bahwa INA dinilai masih mampu mempertahankan performanya pada tahun politik selama tidak ada friksi, yang mampu mengganggu iklim politik dan keamanan di dalam negeri.
“Tanpa adanya friksi yang kemudian bisa mengancam stabilitas politik dan keamanan dalam negeri, saya kira pasar keuangan akan masih cenderung berada pada level yang cukup positif,” ujar Yusuf saat dihubungi Bisnis, Senin (15/5/2023).
Baca Juga
Dia mengatakan dengan terkendalinya situasi politik dan keamanan, penempatan dana oleh INA pada tahun politik dinilai masih akan berjalan pada level yang stabil.
INA secara resmi mulai beroperasi sejak 16 Februari 2021. Lembaga tersebut berperan sebagai dana investasi khusus atau sovereign wealth fund pemerintah.
Lembaga ini bertugas menghimpun pendanaan atau modal terutama dari luar negeri untuk dimasukkan ke dalam sejumlah sektor usaha di dalam negeri. Adapun, sektor bisnis yang telah digeluti INA antara lain infrastruktur, khususnya jalan tol dan telekomunikasi.